Senin, 07 Maret 2022

Tangan Di Atas Lebih Baik


       Saat ingin berbagi sebaiknya selalu berpegang pada hadist Nabi yang mengatakan bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Artinya lebih mulia memberi daripada menerima atau meminta-minta.

By Nur Ida Zed

                                                Pic by Pinterest

       Dulu saya sering diajak nenek ke panti asuhan untuk sekedar berbagi makanan saat keluarga kami merasakan kebahagiaan. Seperti ketika hari besar, saat ada yang ulang tahun atau bahkan weton- dalam tradisi Jawa yang berarti neptu pasaran hari kelahiran di setiap bulannya. Berupa bancaan, semacam nasi kotak yang diberikan pada anak yatim piatu di sana. Kadang diselipin amplop jika kebetulan ada rezeki lebih. Kalau tidak, hanya nasi urap dengan ayam goreng, telur dan tahu tempe bacem, atau bubur merah putih dan tumpeng. Kata nenek supaya rezeki bisa berkah karena terus mengalir dan tidak mengendap saja.

       Ibarat aliran air, jika mengendap akan mengeluarkan bau busuk dan kotor sehingga menjadi sarang nyamuk bahkan menimbulkan penyakit. Sebaliknya jika air terus mengalir, maka akan tetap bersih, terjaga dan bermanfaat bagi lingkungan di sekitarnya. Seperti untuk mengairi sawah yang membuat tanaman bisa tumbuh dengan subur, berbuah hingga panen raya. Begitupun dengan rezeki, bila sebagian dibagi kepada yang membutuhkan tentu akan lebih berkah dan bermanfaat. 

       Dalam kehidupan sehari-hari, memang ada orang yang berkelebihan dalam hal rezeki dan di sisi lain ada yang kekurangan. Karena itulah bagi yang cukup, dianjurkan untuk berbagi kepada sesama, salah satunya dengan infak dan sedekah. Seperti yang dituang dalam Hadist Riwayat Muslim yang artinya: “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.”  Namun ada juga mental dimana orang yang sebenarnya cukup tetapi seringkali meminta-minta sebagaimana mental miskin. Semoga kita tidak menjadi salah satu di antaranya.

       Untuk bisa berbagi sebenarnya tidak perlu menunggu menjadi kaya terlebih dahulu, yang terpenting tentu kaya hati.  Sebab kaya tak bisa diukur dengan seberapa yang dimiliki, tapi tergantung bagaimana lapangnya hati merasa cukup. Ya,  rezeki yang bisa dibagi ini tak hanya berupa harta atau materi saja, tapi ilmu yang bermanfaat, waktu dan kesempatan, bahkan senyuman pun bisa diberikan untuk menunjukkan ketulusan dan menambah semangat. Semua dapat diwujudkan dengan keinginan berbuat baik untuk memberi.

 

Hakekat Memberi Adalah Menerima

        Di saat merasa cukup untuk memberi, entah itu berupa harta, materi maupun ilmu yang bermanfaat dengan segala ketulusan dan keikhlasan, sebenarnya dia akan menerima sebagaimana yang telah diberikan. Karena hakekat memberi adalah menerima, seperti firman Allah SWT dalam Al- Qur’an surat As-Saba ayat 39 yang artinya, “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya.” Jadi sekecil apapun yang telah diberikan pasti akan diganti olehNya, bisa saja sekarang, besok atau disimpan sebagai tabungan yang akan diberikan suatu saat nanti.

       Tapi lebih dari itu, di saat kita bisa memberi, ada rasa bahagia yang tak bisa terkatakan sebagai apa manakala orang yang diberi merasa senang dan berterimakasih. Dalam hati akan menjadi motivasi untuk lebih giat lagi mencari nafkah sehingga bisa berbagi lebih banyak lagi. Ketika berbagi ilmu yang bermanfaat, maka akan memacu untuk belajar lebih dalam lagi supaya semakin pintar dan menjadi ahli. Sebab berbagi ilmu akan menjadikan cahaya yang menerangi sepanjang masa.

       Namun adakalanya niat baik untuk memberi dan berbagi ini kadang memunculkan kesalahpahaman yang membuat tidak enak hati. Misalnya dianggap sombong, sok kaya, hanya cari muka, sok pintar dan anggapan negatif lain yang bisa menyurutkan niat untuk berbuat baik dengan berbagi. Bahkan dibilang merendahkan dan menghina dengan pura-pura mengasihani. Hal ini mungkin terjadi karena kurang memahami dengan situasi dan kondisi serta moment ketika kita berbagi dan memberi.

 

Memberi Tanpa Merendahkan

       Meski memberi akan memiliki derajat lebih tinggi dari yang menerima, sebaiknya tidak serta merta lalu merendahkannya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat memberi, di antaranya adalah:

-          1. Niatkan untuk mencari ridho Allah SWT. Bahwa apa yang kita berikan semata-mata dari Allah SWT yang dititipkan pada kita.

-          2. Berikan kepada mereka yang membutuhkan agar bisa benar-benar bermanfaat dan tidak sia-sia.

-          3. Tebarkan senyum dan kebaikan kepada sesama tanpa memandang derajat dan fisik agar penerima tidak merasa tersinggung dan direndahkan.

-          4. Tak perlu mengungkit pemberian di saat kita ikhlas melakukannya. Karena selain menimbulkan riya, menyombongkan diri dan merasa paling dibutuhkan juga akan membuat dosa dan mengurangi pahalanya.

-          5. Tak perlu menghitung seberapa banyak yang sudah diberikan, karena Allah SWT nanti akan mengganti yang lebih besar.  

 

       Ya, manakala sudah memahami arti pentingnya memberi dan berbagi rezeki, maka tak perlu peduli dengan apapun pandangan orang mengenai niat baik kita ini. Seperti yang dikatakan seorang tokoh muslim Tionghua bernama Yusuf Hamka: rezeki itu ketika kita makan akan menjadi kotoran, bila disimpan akan jadi warisan yang kadang bahkan bisa bikin perpecahan antar keluarga, namun bila diamalkan dan dibagi akan menjadi tabungan di akherat nanti. Semoga kita terus bisa istiqomah untuk berbagi yaa.

       Salam sehat dan selalu semangat..!***NZ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar