Rabu, 09 Maret 2022

Say Thanks for Everything


       Sepertinya sederhana ya, hanya ucapan terima kasih. Tapi ini bisa menjadi cerminan adab yang baik dari  seseorang.

By Nur Ida Zed

                                                   Foto: Dokpri @nuridazed

       “Terima kasih atas kunjunganya,” begitu seringkali yang diucapkan pramusaji setelah kita selesai makan di restonya, atau sekadar minum teh dan menikmati sekerat roti. Sambil mengantar di ujung pintu keluar dan sedikit membungkuk menyatukan kedua tangan dengan menyelipkan senyuman. Dan kita tentu jadi terkesan sehingga tak segan untuk datang kembali bertandang. Hal yang sama juga ditemui di gerai pakaian, tempat wisata, hotel dan lainnya. Pertanda kesopanan yang ditunjukkan lewat sikap dan kata-kata.

       Ya. Kadang kita sering lupa dengan hal kecil yang bisa menyentuh hati seperti ucapan terima kasih ini. Padahal ini bentuk rasa syukur yang diajarkan untuk menghargai dan mengapresiasi sekecil apa pun perbuatan orang lain dalam kebaikan. Bersyukur dan berterima kasih atas segala nikmat yang telah diberikan, entah kepada Sang Pencipta maupun kepada sesama makhluk, termasuk pada orang-orang yang telah berbuat kebaikan dalam hidup kita, seperti kedua orang tua, keluarga, teman atau bahkan orang asing yang baru kita kenal dan temui yang hatinya dipenuhi kebaikan. Semua ini menjadi awal terbentuknya adab dalam diri seseorang.

 

Memperbaiki Akhlak

         Ngomongin soal adab, sebenarnya banyak banget yang bisa ditunjukkan. Secara keseluruhan adab merupakan segala bentuk sikap, perilaku atau tata cara hidup yang mencerminkan nilai sopan santun, kebaikan dan kehalusan budi pekerti atau biasa disebut akhlak. Dalam Bahasa Arab sendiri, Adab (dari kata Addaba) yang artinya budi pekerti, tata krama dan sopan santun. Adalah pendidikan atau ajakan yang mengarah pada kebajikan.

       Orang yang beradab adalah orang yang selalu menjalani hidupnya dengan tata cara dan aturan yang mencerminkan nilai sopan santun. Sebegitu pentingnya ini sehingga kehadiran Nabi ke dunia berkaitan dengan itu, sebagaimana disebut dalam Hadist Riwayat Al-Baihaqi yang mengatakan: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” Bahkan dalam menilai keimanan seseorang kita juga diminta melihat bagaimana akhlak yang bersangkutan. “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”

       Adab ini bisa berkaitan dengan norma mengenai sopan santun yang berdasarkan pada aturan agama yang digunakan dalam pergaulan antar manusia, tetangga dan masyarakat pada umumnya. Suatu ketika saat sedang bertamu ke rumah teman, ada adab yang sebaiknya dilakukan seperti mengucap salam, mengetuk pintu terlebih dahulu dan tidak membuat keributan. Saat makan adab yang seharusnya dilakukan seperti mencuci tangan sebelum makan, membaca doa, makan dengan tangan kanan, tidak banyak bicara saat makan, ketika mengambil makanan harus dihabiskan alias tidak menyisakan makanan dan sebagainya.

       Ketika bertemu dengan orang tua atau guru, sebaiknya menegur lebih dahulu, mengucap salam dan tidak berkata kasar bahkan menyinggung perasaannya. Adab dalam bersosial media, saling mendukung dan berkomentar tentang kebaikan, tidak saling mencela, menghina dan menjatuhkan, tidak bergunjing, menyebarkan hoax dan yang lainnya. Jadi urusan adab ini memang mengarah pada pembentukan pribadi yang membawa pada kebajikan dan kerendahan hati.

 

Adab Lebih Tinggi dari Ilmu

       Bila ada pepatah yang mengatakan bahwa adab dulu baru ilmu, atau adab itu lebih tinggi dari ilmu, maknanya tentu mengenai betapa pentingnya adab ini. Orang beradab sudah pasti berilmu, sementara orang berilmu belum tentu beradab.

       Ketika merasa miskin ilmu, kita bisa belajar dari guru, membaca banyak buku, mencari tahu hingga menuntutnya sampai ke negeri China. Ilmu bisa didapatkan saat kita berusaha sekolah berjenjang dari tingkat dasar, menengah hingga mahir sebagai sarjana dan menjadi ahlinya. Bahkan saat haus akan ilmu dan ingin terus menambahnya ibarat minum air laut yang tak akan ada habisnya, keinginan menguasai ilmu yang terus berkembang seakan tak pernah ada puasnya bisa didapat dengan berbagai cara.  Namun percuma saja saat ilmu tidak didasari dengan adab yang mulia, karena bisa berbahaya bagi pemiliknya dan orang lain.

        Ilmuwan sekaliber Alferd Nobel merasa menyesal dengan dampak dari penemuannya yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak beradab. Dinamit atau bahan peledak yang awalnya dipergunakan untuk membantu manusia memperpermudah pekerjaannya di bidang pertambangan ternyata diselewengkan menjadi alat pembunuh seperti bom dan nuklir. Dia bahkan kini menyumbangkan kekayaan dari hasil royalty penemuannya kepada mereka yang respect memperjuangkan kemanusiaan dengan Hadiah Nobel.  

       Ilmu dan kepintaran sebenarnya tak ada artinya bila dikuasai oleh orang yang tak beradab. Kedua hal ini sebaiknya bersisian sebagai imtek, atau iman dan teknologi. Seperti yang disampaikan Abu Zakariah An-Anbari bahwa “Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh.” Lalu, sebaiknya kita menempatkan sebagaimana porsi keduanya agar menjadi manusia yang berguna di dunia dan akhirat.

     Terima kasih banyak telah singgah di blog saya yaa.

     Salam sehat dan selalu semangat..!***NZ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar