Senin, 22 Juli 2013

Women & Charity: Menyentuh Sejarah dan Akar Budaya

Nina Akbar Tanjung Bersama Yayasan Warna Warni Indonesia
By Nur Ida Zuhayanti 




Kemajemukan budaya memberikan banyak inspirasi untuk dipelajari. Warna warni negeri ini menambah cinta bangsa sendiri.


     Rasa nasionalisme yang tinggi membuat Krisnina Maharani Tandjung peduli terhadap persatuan dan kesatuan bangsa ini. Wanita yang suka kegiatan humanity sejak remaja itu kemudian mendirikan Yayasan Warna Warni Indonesia , yang mempunyai visi memperkuat wawasan kebhinnekaan dalam rangka pembentukan watak bangsa atau nation character building.

     “Masyarakat kita ini terdiri dari beraneka ragam budaya dan adat istiadat yang berbeda di setiap daerah. Karena itulah saya ingin agar bangsa ini melestarikan sejarah dan kebudayaan yang ada untuk kemudian terapresiasi dengan baik ,” terang lulusan Program Pasca Sarjana Kajian Wilayah Amerika, Universitas Indonesia saat saya temui di rumahnya yang asri, pagi itu.

     Kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan ini lebih pada penanaman nilai sejarah dan budaya. Sejak berdirinya, tahun 1999, telah begitu banyak program yang dilakukan. Diantaranya : Pementasan wayang orang keturunan Tionghoa di gedung HAILAI Internasional Executive Club dan Gedung Kesenian Jakarta serta membuat modul mencintai sejarah bangsa.

     “Program ini mengarahkan siswa untuk mendiskusikan sejarah dan budaya setempat melalui kajian bangunan tua yang ada di sekitarnya. Dilaksanakan di SMA Negeri I sampai 8 Surakarta , dan melibatkan lebih dari 3000 siswa setiap tahunnya serta puluhan guru sejarah di Solo. Modul ke 2 dalam rangka revitalisasi pembelajaran sejarah di sekolah,” lanjut penulis buku  House of Solo yang diterbitkan oleh Times Publisher Singapura , yang kemudian diterjemahkan dengan judul “Rumah Solo”.

     Selain itu, Yayasan yang berkantor di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan ini juga memiliki program membina Kampung Batik Laweyan di kota Solo, Jawa Tengah.

     “Saya melihat kampung ini menyimpan sejarah dan memiliki budaya asli yang cukup unik. Daerah tua yang dulu pernah menjadi lokasi pergerakan rakyat dengan sebagian besar penduduknya bergantung pada batik. Dari saudagar, pedagang hingga pembatiknya. Di sini saya mencoba membenahi agar menjadi kampung batik yang rapi dan tetap terjaga keasliannya, terutama dari arsitektur rumah di sana ,” lanjut ibu empat anak kelahiran Solo, 5 April 1960 itu.


     “Keindahan arsitektur pada bentuk atap dan bangunan lainnya memperlihatkan betapa dalamnya akar sejarah dan budaya Solo,” ujarnya. “Saya beli rumah dan perabotan asli saudagar batik terkaya saat itu, dan bersama Pemda setempat berusaha memberdayakan lagi masyarakat di sekitarnya, sehingga menjadi semacam museum hidup, “ jelas istri Akbar Tandjung yang juga Ketua I Yayasan Jantung Indonesia serta Ketua Penasehat Masyarakat Sibolga ini. “Bangsa yang maju adalah bangsa yang mau mengerti dan memahami sejarah dan akar budayanya”. Tegas penerima penghargaan Bintang Jasa Adi Pradana dari Pemerintah Republik Indonesia itu. ***NZ
foto: istimewa

Kamis, 11 Juli 2013

Women & Charity: Ketulusan Hati dan Rasa Cinta Yessy Gusman


Peduli Bersama Yayasan Bunda Yessy
By Nur Ida Zuhayanti




Buku merupakan sumber ilmu dan jendela dunia. Menanamkan anak gemar membaca adalah perbuatan mulia.

     Naluri keibuan yang dimiliki Yasmine Yuliantina Yessy Gusman membuatnya selalu ingin dekat dengan anak-anak. Ketulusan hatinya untuk melakukan kegiatan kemanusiaan semata-mata tertuju pada keihlasannya beribadah kepada Tuhan. Begitupun ketika ia kemudian mendirikan Taman Bacaan Anak di bawah naungan Yayasan Bunda Yessy. Latar belakangnya adalah untuk memberikan sumber bacaan yang bermutu secara bebas biaya kepada anak-anak dari keluarga yang kurang mampu, dengan maksud menambah ilmu pengetahuan, mengembangkan daya imajinasi dan kreatifitas. Pencerahan diri serta pembetukan karakter dengan moral etika yang terpuji sejak usia dini.

     “Saya rasa keberadaan taman bacaan di perkampungan sangatlah dibutuhkan,” terang aktris cantik era 80an itu, ketika saya temui di rumahnya yang dilengkapi dengan taman bacaan, di kawasan Duren Tiga. “Sehingga pada awal berdirinya, tahun 1999 disambut gembira oleh anak-anak di lingkungannya,” lanjut pemeran "Gita Cinta Dari SMA" yang untuk pertama kali membuka Taman Bacaan Namira di wilayah Rawajati, Jakarta Selatan. 

     Aneka buku cerita, pengetahuan, agama, biografi dan pelajaran dapat dibaca oleh pengunjung secara gratis di sana . Buku-buku yang ada tidak terlepas dari bantuan suka rela dan peran serta para donatur baik masyarakat maupun instansi yang tidak mengikat.  “Alhamdulillah, selama ini tidak ada kendala yang berarti,” papar ibu dua anak yang kini telah mengikuti program S3 bidang Pendidikan Anak Usia Dini di Universitas Negeri Jakarta . Hingga kini telah terjalin sekitar 350 mitra Taman Bacaan yang tersebar di seluruh Nusantara.

     “Dalam perjalanannya, Taman Bacaan tidak hanya menjadi sarana membaca, tapi juga memotivsi anak dan lingkungan sekitar untuk dapat mengembangkan minat, bakat dan kemampuan diri mereka. Hal ini terlihat dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, seperti pesanten kilat, pelatihan melukis, pelatihan musik, membuat karya sastra, lomba mengarang, baca puisi dan sebagainya, sehingga lebih berfungsi sebagai sanggar kreativitas,” terang penerima penghargaan Nugrah Jasadarma Pustaloka dari Pepustakaan Nasional RI.

     Bahkan untuk dapat saling berkomunikasi dan bersilaturrahmi antar taman bacaan sembari berbagi ilmu, diterbitkan pula Buletin Mutiara Nusantara. “Bagi saya, semua aktivitas dan pekerjaan yang kita lakukan hendaknya didasari dengan rasa cinta, agar dapat menjadi energi positif yang membawa kebaikan buat sesama.” ***NZ 
foto: Indonesian Film Centre

Book Review: Lima Mata Manusia


Antara Imajinasi dan Fantasi
By Nur Ida Zuhayanti









Judul Buku      : Lima Mata Manusia
Isi                    : 100 halaman
Penulis             : Vinca Callista
Penerbit           : Uderwater Imginarium, melalui www.nulisbuku.com

     
     Bila imajinasi kian membuncah, jadikan sebagai karya yang indah. Sehingga akan memberi arti pada diri sendiri serta siapapun yang menikmati. Seperti hadirnya buku berjudul Lima Mata manusia ini. Meramu cerita yang dibangun oleh penulisnya, Vinca Callista. Berisi lima kumpulan cerita pendek yang memaparkan imajinasi sebagai potongan-potongan kisah yang mengarah pada tema remaja dengan berbagai liku cintanya.

     Ada “Sebening Denting” yang mengisahkan romansa lewat alunan lagu antara sepasang anak manusia yang dituturkan dengan sentuhan kasih mengharukan. “Silly Jilly” dan “Sombong Tapi Bohong” yang meramu kehidupan anak muda dengan berbagai dinamika dalam pergaulannya. Serta “Suara Seorang Penyiar” yang menceritakan seputar dunia radio broadcasting disertai atmosphere yang sangat lekat dengan si penulis.

     Yang menarik pada kisah “Sang Puteri Mahkota”. Meski alur cerita sederhana, agaknya penulis muda ini mampu mengungkapkannya lewat penokohan yang berbeda. Mengajak pembaca kembali memaknai sebagai episode kerajaan aneka nama, semacam Negeri Bayang Air dan Negeri Botani Bening. Serta pemilihan lokasi, antara Kepulauan Bayanaka dan Kepulauan Griza, yang membawa lika-liku pada cinta Pangeran Alvias dengan Puteri Meriellen dan Puteri Angejoli  sebagai kiasan cerita yang dapat diabsorbsi pada jaman kini. Itulah hasil imajinasi yang menjelma menjadi cerita fiksi dengan genre fantasi.

     Buku cantik 100 halaman yang didesain oleh Rizki Nur Sidiq dan diterbitkan melalui www.nulisbuku.com, The first online publisher in Indonesia ini setidaknya layak dijadikan koleksi untuk memperkaya bacaan yang menghibur. ***NZ