Selasa, 29 September 2020

Ngomongin Politik Bisa Jadi Asyik


Seringkali orang enggan ngomongin masalah politik ya. Padahal di setiap sisi kehidupan kita ini dipenuhi dengan politik.

By Nur Ida Zed

 

                                                                            Photo from Pinterest

Masih ingat kan jaman sekolah dulu, saat mata pelajaran sejarah kita diberitahu tentang politik devide et impera? Yang belum ingat coba direfresh dulu ya, devide et impera merupakan politik adu domba memecah belah bangsa yang dipakai oleh para kolonial Belanda untuk menguasai Indonesia. Dan politik ini ternyata berhasil membuat negeri kita dijajah sampai 350 tahun lamanya. Rakyat begitu menderita dan terus berjuang melawan penguasa hingga merdeka.

Lalu setelah merdeka, dalam bergaul dengan negara lain, politik bebas aktif membuat kita bisa leluasa bebas berhubungan dengan negara manapun dan aktif melakukan kerjasama di berbagai bidang tanpa intervensi negara lain. Itulah politik, yang dalam KBBI disebut dengan segala urusan dan tindakan tentang kebijakan, siasat dan sebagainya, mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Jadi politik ini berkaitan erat dengan warga negara, masyarakat dan pemerintahan di dalamnya. Soal kebijakan oleh pemerintah dalam negeri akan diputuskan dengan pertimbangan politik, begitupun terhadap luar negeri dengan negara lain. Dan sebagai warga negara, tentu kita menjadi bagian dari politik ini.  

 

Politik Itu Tidak Pelik

Dalam menjalankan pemerintahan, di negara kita Indonesia ini menerapkan sisitem politik demokrasi, dimana setiap warga negara memiliki hak untuk menentukan pemimpin yang akan mengatur masa depan bangsa ini. Karena itulah aspirasi dan keikutsertaan masyarakat seperti kita ini dibutuhkan agar sistem demokrasi itu bisa berjalan dengan baik. Contohnya ketika pelaksanaan pemilihan umum atau pemilu yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pada pilpres atau pemilihan presiden serta pilkada atau pemilihan kepala daerah, setiap satu suara kita akan diperhitungkan bagi para pemenangnya. Karena itu perlu adanya kampanye sebagai proses sosialisasi pengenalan program kerja serta figur para kandidat agar bisa lebih dekat dan dipilih oleh rakyat, warga negara seperti kita.

Begitu juga pada pemilihan legislatif, kita mempunyai hak untuk memilih siapa yang akan duduk di kursi wakil rakyat baik di DPR, DPRD maupun DPD. Karena dengan memilih berarti telah menggunakan hak politik kita untuk menentukan calon pemimpin yang akan berpengaruh terhadap keputusan pengambilan kebijakan publik, yang menyangkut kepentingan kita juga.

Saya sendiri memilih aktif untuk menggunakan hak politik dengan mengikuti pemilu seperti pada beberapa tahun lalu, karena saya sadar dengan cara ini setidaknya akan tersalurkan keinginan membangun bangsa dan negara menjadi lebih maju. Bukan tanpa alasan dan asal coblos saja, saya sempat riset mencari tahu bagaimana sosok yang akan saya pilih menjadi titipan amanah menuju Indonesia maju. Tak sekadar sosoknya yang menawan, melankolis dan gagah perkasa, tapi lebih pada program kerja, kebijakan dan keberpihakan terhadap rakyat serta yang tak kalah penting adalah track recordnya.

Banyak orang menentukan pilihan hanya berdasakan figure seperti popularitas, keturunan bahkan persamaan gender saja tanpa memperhatikan sisi leadership, program kerja dan keberpihakan terhadap kepentingan rakyat. Yang pada akhirnya hanya akan kecewa setelah terlanjur menggunakan pilihan politiknya. Saran saya sebelum menentukan pilihan, ada baiknya bahkan seharusnya melakukan riset dan mencari tahu sebanyak mungkin mengenai kandidat yang akan dititipkan untuk aspirasi kita.  

Teman saya pernah berkeluh kesah mengenai pilihan politik yang ternyata hanya menebar janji tak sesuai dengan kenyataannya. Di awal terlihat komit, setelah kandidatnya terpilih rupanya tak mampu membawa suara seperti yang diharapkannya. Kalau ini terjadi, menurut saya perlu menjadi catatan kaki agar pada pemilihan yang akan datang tidak usah dipilihnya lagi. Gampang, kan. Untuk urusan politik ini jangan dibuat pelik, tapi bisa dibikin asyik aja.   

 

Agar bisa memahami politik secara baik, saya banyak belajar dari pengalaman sehari-hari dan membaca berbagai literasi. Selain itu juga menambah wawasan dengan berdiskusi. Tak ada salahnya kok untuk melek politik karena  dalam kehidupan ini sendiri sebenarnya tak bisa dipisahkan dari politik. Nilai positifnya supaya mampu menjalankan peran dalam bermasyakat dan bernegara dengan baik, serta tidak hanya bisa dipolitisasi oleh pihak lain. ***NZ   

 

Jumat, 25 September 2020

Berpikir Kritis Di Saat Krisis


        Apa yang ada di benakmu saat orang berpikir kritis? Jangan dibawa perasaan dulu ya, memang perlu untuk kritis di saat situasi krisis supaya dapat menerima informasi secara logis. 

By Nur Ida Zed

 

                                                                        Photo from Pinterest

Ketika pertama kali mendengar issue tentang virus Corona yang mulai merambah ke Indonesia saat itu, tak pelak membuat kita semua semakin khawatir saja. Banyak sekali berita yang beredar di platform media memaparkan keganasan yang mengerikan tentang Covid-19. Yang pada kenyataannya, sampai sepanjang ini, habis juga tujuh purnama kita masih terkena dampaknya sehingga harus tetap waspada. Ya, siapa yang menyangka kondisi ini benar-benar terjadi dan tak sekadar mimpi.

 

Hampir setiap hari kita mendengar pasien terpapar, pasien dalam pengawasan hingga orang tanpa gejala dan korban meninggal yang semakin hari kian bertambah saja. Seperti tak percaya, tapi ini benar-benar nyata. Semua media masa meng-update situasi pandemi ini dari berbagai angle dengan narasi yang mau tak mau kita konsumsi setiap hari. Dan ini memaksa kita untuk dapat menyaring informasi  mana yang bermanfaat, perlu dicerna, dipahami dan mana yang tidak. 

 

Suatu hari ketika muncul informasi tentang adanya penyintas Covid yang pertama, satu keluarga dari Depok, Jawa Barat yang ditemukan terindikasi reaktif virus ini, hampir semua media mewawancarainya, ingin mengorek  informasi tentang kejadian yang sebenarnya, baik yang berkaitan dengan cerita bagaimana bisa terjadi keluarga ini terkena corona, traffic link orang-orang yang belum lama ditemuinya, sampai kepada masalah yang menyangkut kehidupan pribadinya. Semua disajikan dengan tujuan memberi informasi kepada masyarakat tanpa memikirkan privasi bagi nara sumbernya. Seringkali agar menarik untuk dibaca, narasi serta tagline maupun head line dibuat sedemikian rupa supaya mengundang keinginan kita untuk tahu lebih banyak dan mengklik laman tulisannya. Karena itulah kita sebagai pembaca, penonton dan audience sebaiknya bisa berpikir kritis dalam menyikapinya.  

 

Pernah waktu itu seorang tokoh masyarakat  dikabarkan meninggal karena virus corona, bahkan sempat viral di beberapa media. Tapi ketika dikonfirmasi lagi ternyata tidak benar, hanya terpapar dan masih bisa disembuhkan. Informasi simpang siur seperti ini membuat kita seharusnya lebih teliti dan kritis dengan mencari kebenaran serta sumber fakta yang terpercaya. Apalagi di jaman serba digital seperti sekarang, segala bentuk informasi, termasuk yang sifatnya negatif dan  kurang valid bisa saja cepat menyebar lewat grup media social, seperti whatsapp, line, facebook dan lainnya.  Untuk saya dalam menghadapi ini tidak terlalu fanatik dengan satu media saja, tapi perlu mencari penyeimbang seperti membaca beberapa literasi untuk menguatkan kebenarannya, semacam media mainstream yang akurat dengan riset dalam mengungkap fakta.


Memilah dan Memilih

Berfikir kritis memang sangat dibutuhkan dalam menghadapi berkembangnya kehidupan, terlebih di situasi kritis seperti sekarang ini. Hampir setiap orang memiliki media social sehingga berpotensi menyebarkan informasi yang kadang belum tentu kebenarannya alias hoax. Karena itulah sebelum membagikan informasi yang didapat sebaiknya tidak  asal ditelan saja, tapi lebih memilah dan memilih. Maksudnya terlebih dahulu memilah  segala informasi yang masuk dan dicek  kebenarannya, baru memilih mana yang layak untuk dibagikan kepada  orang lain.

Untuk dapat berpikir kritis tentu tidak bisa terjadi secara instan ya, tapi perlu dilatih dan dipertajam. Dari lingkungan keluarga pola berpikir kritis ini bisa dimulai dengan memberitahu kepada anak tentang mengapa kita melakukan sesuatu. Hal kecil seperti  mengapa harus memakai masker, cuci tangan pakai sabun atau mandi dan membersihkan diri setelah beraktivitas di luar rumah selama masa pandemi ini.

Kebiasaan menonton televisi bersama juga bisa menjadi moment untuk melatih cara berfikir kritis. Di saat sama-sama update informasi, antar anggota keluarga bisa saling berdiskusi mengenai issue yang sedang hangat dibicarakan di televisi. Dan ini akan memotivasi untuk berani berpendapat, tidak takut bersuara dalam menyerukan kebenaran yang diyakininya, serta dapat memutuskan sendiri segala sesuatu yang berkaitan dengan dirinya. Selain itu membiasakan untuk selalu ingin tahu dengan memperkaya pengetahuan yang aktual dan  menambah wawasan.

 

Berpikir kritis juga menyangkut bagaimana menghadapi situasi dengan bertindak secara bijak tanpa terbawa arus yang dapat menyesatkan dirinya. Jadi berpikir kritis atau critical thinking itu sebenarnya dibutuhkan dalam menyikapi segala sesuatu yang ditemui sehari-hari. Termasuk bagaimana cara pandang kita saat mengalami situasi krisis di masa pandemi Covid-19 ini. Misalnya dengan tidak boros belanja barang yang tidak terlalu penting, tidak harus keluar rumah bila aktivitas bisa diselesaikan di rumah saja dan bersuara ketika menemui hal yang tidak berkenan tanpa menyakiti yang lainnya.

Terima kasih sudah singgah untuk membaca blog saya. 

Salam sehat dan selalu semangaatt..!***NZ

Selasa, 22 September 2020

Toleransi Kunci Harmonisasi Negeri


Sejak kecil saya sudah akrab dengan kata toleransi. Rasa saling menghargai yang menjadi kunci harmonisasi negeri ini.

By Nur Ida Zed

 

                                                        foto: nuridazed. dokpri

        Apa sih toleransi ? Sikap saling menghormati dan menghargai ketika ada perbedaan di antara kelompok masyarakat untuk menghindari terjadinya diskriminasi. Bentuk toleransi ini bermacam-macam, antara lain menghargai pendapat orang lain yang memiliki cara pandang berbeda, menghormati pilihan orang lain yang kebetulan tidak sama, serta saling tolong menolong sesama manusia tanpa memandang perbedaan yang ada seperti ras, suku, bahkan golongan dan agama.

 

        Untuk saya rasa toleransi ini sudah ditanamkan sejak kecil. Kebetulan kami tinggal di daerah yang masyarakatnya heterogen. Selain penduduk asli daerah, tetangga kecil saya juga banyak orang Tionghua, sehingga mempunyai latar belakang budaya dan agama yang berbeda, tapi tetap enjoy saja saat bermain dan beraktivitas bersama. Saya masih ingat ketika kecil punya teman bernama Shin Hwa, pindahan dari luar kota dan tinggal di rumah Omanya, tetangga yang tak jauh dari rumah saya. Karena satu sekolah, kami biasa bermain dan belajar bersama, saling bantu jika ada tugas dari guru sekolah seperti prakarya atau PR alias pekerjaan rumah maupun kerja kelompok. Saat belajar atau bermain bersamapun, ketika tiba waktunya sholat seringkali dia mengingatkan saya untuk beribadah lebih dulu sementara dia menunggu di rumah saya.  

        Tak hanya itu, karena Bapak termasuk orang yang “dituakan” di lingkungan saya, seringkali kami mendapatkan hantaran ucapan selamat Idul Fitri dari para tetangga non muslim ketika Hari Raya Lebaran tiba. Kata Bapak sih gak apa-apa, ini sebagai salah satu wujud memaknai rasa toleransi antar umat beragama yang ada di lingkungan masyarakat di daerah saya.  Untuk toleransi antar umat beragama ini hendaknya sebatas muamalah bersilaturahmi dengan tidak menyinggung akidahnya, seperti mengikuti ibadah dan keyakinannya. Karena yang ini tentu saja berlaku “lakum diinukum waliyadiin”, bagimu agamamu dan bagiku agamaku.

        Pelajaran tentang toleransi ini saya terapkan juga ketika bekerja di Jakarta, termasuk saat di Majalah Hongshui Living Harmony, Global Media waktu itu. Kami mempunyai ekspert editor ahli hongshui seorang Biksu bernama Dutavirya atau biasa disapa Suhu Benny yang beragama Buddha. Sesekali saat mengunjungi kantor, kami tidak merasa asing dengan penampilan serta pakaian khas seorang biksu, yang di mata kami  terlihat sama seperti  kemeja, cardigan, t-shirt, rompi, jas atau jilbab untuk menunjang fashion style-nya. Begitupun dengan pilihannya sebagai vegetarian yang hanya mengkonsumsi sayur dan buah saja, tanpa telur serta daging untuk menu makanannya. Sehingga ketika ada acara makan bersama, selalu disiapkan menu vegan supaya semua bisa menikmati hidangan dengan suasana kebersamaan, sama seperti ketika kami yang muslim mengharamkan daging babi dan khamr.

 

Toleransi Masalah Selera

        Dalam toleransi tak hanya sebatas antar umat beragama saja ya, ketika kita memiliki pemikiran yang berbeda terhadap satu hal, misalnya, rasa toleransi ini juga diperlukan untuk menjaga harmonisasi hubungan antar personal. Seperti dalam sebuah rapat, seringkali kita punya cara pandang terhadap sesuatu yang berbeda dengan teman lainnya. Namun sikap menghargai pendapat orang lain itu merupakan wujud rasa toleransi yang dibutuhkan agar mendapatkan kesimpulan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Berbeda sudut pandang justru akan mempertajam wacana dan memperkaya wawasan kita.

        Toleransi tak harus seragam, tapi bagaimana bersikap yang baik untuk menghadapi perbedaan dalam keberagaman. Di dalam keluarga kecil saya,  toleransi yang dalam bahasa Jawa disebut tepo seliro  seringkali terasa dalam kehidupan sehari-hari. Ketika saya dan Puan, putri saya asyik menikmati tayangan K-pop dan serial Drama Korea kesayangan di Channel K+, maka kakaknya tidak lalu merebut remote tivi atau mencela drakor favorit yang sedang kami tonton, apalagi berusaha mengganti  dengan channel FOX Sport atau Disney kesukaannya. Begitu juga sebaliknya. Karena bila itu dilakukan, tentu kami akan marah dan merasa kesal. Ya. Harmonisasi, kedamaian dan kenyamanan dalam keluarga menjadi prioritas utama meski berbeda selera dan cara pandang.

 

        Lalu, ketika ada beragam perbedaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bagaimana menumbuhkan sikap toleransi atau tenggang rasa ? Mari saling menghargai dan menghormati apa yang menjadi cara pandang, pendapat, pemikiran bahkan keyakinan orang lain sesuai dengan porsinya agar tercipta keharmonisan negeri ini. Berbeda itu biasa, tapi tetaplah bersama dalam membangun negeri  tanpa diskriminasi, dan perpecahan di dalamnya.

        Salam sehat dan selalu semangaatt..! ***NZ