Senin, 05 Mei 2014

Dewi Hughes, Memerangi Perdagangan Anak



Women Charity: Dewi Hughes International Foundation
By Nur Ida Zuhayanti

Perempuan dan anak-anak seringkali menjadi obyek eksploitasi. Inilah yang membuat  keprihatinan tiada henti. 


       
     Ya. Banyaknya kasus kekerasan terhadap anak akhir-akhir ini membuat miris suasana hati. Betapa tidak. Hampir setiap hari terjadi korban penganiayaan, pelecehan, pembunuhan, mutilasi, bahkan perdagangan anak, hingga oleh beberapa media sempat menyebut sebagai darurat perlindungan anak.

     Semakin maraknya kasus yang melibatkan anak-anak ini, terutama trafficking membuat rasa kepedulian Desak Made Hughesia Dewi tersentuh. Sosok yang lekat dengan dunia anak-anak dan tak henti memikirkan perkembangan generasi penerus bangsa itu lalu menambah kegiatan kemanusiaannya untuk masalah perdagangan perempuan dan anak-anak setelah ia terpilih menjadi Duta Anti Trafficking  untuk Indonesia oleh Unicef.

     “Dengan begitu banyaknya musibah yang datang bertubi-tubi di negeri ini, maka yang paling menderita adalah para perempuan dan anak-anak,” terang Dewi Hughes seolah menegaskan sore itu, saat saya temui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. “Dalam keadaan yang serba sulit, dengan kondisi yang terjepit, siapapun tentu membutuhkan uluran tangan dari orang lain. Tapi sempatkah kita berfikir, bahwa ada saja para pihak yang mengambil kesempatan dalam kesempitan ini? Seperti beberapa Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang ternyata hanya diperjual belikan atau bahkan dilacurkan oleh PJTKI ‘nakal’. Belum lagi perdagangan anak dengan alasan akan diadopsi,” lanjut pemilik Sekolah Presenter Cilik yang menerapkan metode belajar learning by doing , yang kini juga menjadi Duta PAUD-Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan In Formal dan Non Formal ini.

     Lalu ia menceritakan pada saya, kenyataan yang pernah ditemui di lapangan. “Siapa sangka, ketika ada orang yang bermaksud mengadopsi anak dengan mempertimbangkan golongan darah, ternyata anak itu hanya akan diambil salah satu organ tubuhnya saja. Hm…betapa mirisnya. Tapi ini benar-benar ada,” cerita Hughes lagi.

     Menghadapi kenyataan yang seperti inilah, bersama Dewi Hughes International Foundation, perempuan kelahiran Tabanan, Bali, 2 Maret 1971 itu merasa perlu meminta pemerintah untuk segera membuat Undang-Undang yang melindungi kaum perempuan dan anak-anak dari masalah tersebut. “ Rasanya sudah sangat mendesak. Apalagi bila melihat banyak daerah yang baru saja terkena bencana seperti banjir, tsunami, tanah longsor, gempa dan sebagainya yang dapat menjadi pemicu kaum perempuan dan para ibu semakin rapuh,” terangnya. Oleh karena itulah perlu adanya dorongan semangat bagi mereka ini agar tetap dapat berfikir jernih.

     Menurut Hughes, untuk mencegah terjadinya trafficking ini diperlukan tindakan preventif. Salah satunya dengan melakukan kampanye dan memberikan penyuluhan ke lokasi yang rawan menjadi sasaran mafia trafficking seperti daerah-daerah miskin dan pasca bencana. Ini tugas  kita semua, ya. Mari tumbuhkan rasa empati terhadap korban yang kian hari makin bertambah saja. Let’s  touch our heart. ***NZ
foto: istimewa