Sabtu, 12 Maret 2022

Rahasia Dua Jaket Saya


       Yang satu jaket jeans, satunya lagi corduroy warna coklat muda, dua jaket yang dulu banget sering menemani saya. Di baliknya ada rahasia, haha.

By Nur Ida Zed


                                                    Foto: DokPri

       Pilihan gaya busana saya sebenarnya suka yang simple saja, yang penting nyaman dan enak dipakai. Saya bukan termasuk yang gila fashion sehingga harus mengikuti trend mode sampai harus berburu ke berbagai gerai khusus atau musti pre order agar tidak kehabisan stok. Bagi saya busana atau fashion lebih pada kebutuhan dan fungsinya saja. Beruntungnya bentuk tubuh saya ukuran standar produksi alias sesuai ukuran ready to wear yang biasa digunakan banyak merek pakaian sehingga lebih gampang.

       Selain itu saya juga tidak fanatik dengan brand tertentu, jadi lebih santai saat memilih pakaian yang ingin dikenakan. Saat sesekali mengunjungi mall buat cuci mata, sekedar jalan atau belanja bulanan, bisa saja tiba-tiba menemukan baju yang dirasa cocok, pas di badan juga di kantong, haha, lalu tanpa pikir panjang langsung saya beli saja. Kejadian seperti ini memang sudah menjadi kebiasaan saat remaja, bila direncanakan secara khusus untuk belanja baju, misalnya, seringkali tak mendapatkan sesuai ekspektasi, tapi kalau tak disengaja malah ada yang pas sesuai selera. Seperti ketika menemukan jaket jeans yang pernah jadi favorit bertahun-tahun lalu.

 

Kenangan Saat di Yogya

       Seingat saya waktu itu lagi iseng saja jalan-jalan di pertokoan Malioboro dan Jalan Solo saat masih jadi mahasiswa di Yogyakarta, lalu menemukan jaket jeans merek Mexx di salah satu gerainya.  Awalnya sih tak sengaja, lalu entah kenapa tiba-tiba saja tertarik, dan ketika sekilas mematut di depan kaca ternyata kok cocok juga dengan saya. Warnanya yang sedikit belel pasti bisa dipadu padankan dengan T-shirt maupun kemeja bernuansa apa saja. Modelnya juga klasik dengan dua saku di dada, paslah buat gaya remaja seusia saya pada saat itu. Kebetulan di counter ini tinggal satu-satunya. Jadi meski sedikit menguras kantong untuk ukuran mahasiswa dan anak kost waktu itu, karena sudah suka maka saya ambil saja.  

       Memang lagi ngetrend model jaket jeans pada masa itu. Tapi buat saya sebenarnya lebih pada kenyamanan karena bisa awet dan tahan kotor sehingga tak perlu sering dicuci setelah satu dua kali pakai, haha. Dan ini bisa fleksibel digunakan dalam beberapa acara, saat dipadu padankan dengan dalaman-inner fashion dan bawahannya. Manakala ingin tampil untuk suasana sedikit formal misalnya, bisa dipadu dengan kemeja lengan panjang dan bawahan casual ditambah aksen syal atau kalung panjang sebagai hiasan, jika ingin santai bisa dengan celana jeans dan t-shirt saja. Karenanya jaket ini sempat jadi andalan di berbagai acara dan menemani penampilan saya dari masih gadis hingga hengkang ke Jakarta.

    Jaket kedua merk Mash Ville berbahan corduroy warna coklat muda yang saya beli setelah di Jakarta. Tak sengaja juga sebenarnya, seingat saya ketika jalan-jalan bareng teman kantor di Mall Pondok Indah waktu itu, dan mata saya sempat menangkap jaket yang dipajang di etalase dengan aksen empat saku dan ikat pinggang yang berukuran cukup panjang. Lucu juga, nih, pikir saya waktu itu. Bisa dipakai ke kantor, juga menemani  liputan apalagi kalau pas deadline sampai malam. Benar saja, ketika ada graduation di Bali dan harus menghadiri api unggun malam itu, jaket ini sangat menolong saya karena suasana out door sangat dingin sementara kondisi badan kurang fit. Tak hanya itu, saat saya hamil Puan, jaket ini juga seringkali menemani ketika periksa ke dokter hingga melahirkan di JMC Mampang.

 

Jaket yang Fungsional

       Dua jaket yang saya miliki ini rasanya bisa dibilang legenda karena menyimpan banyak kenangan. Meski ketika membeli sudah luama sekali, tapi rasanya masih layak dipakai karena nyaman dan fungsional. Sesekali bisa dililitkan di pinggang dan jadi bantal saat bepergian, sekaligus selimut karena yang coklat muda berukuran besar. Semacam balmut (baca: bantal selimut) begitulah ya, bahasanya anak sekarang, karena bahan corduroy memang hangat dan tebal. Dan satu lagi,  tidak mudah kusut. Jadi meski sudah diuwel-uwel di mobil ketika dipakai mudik atau traveling, saat mau dikenakan ketika jalan-jalan tinggal dikibaskan, disikat sebentar lalu disemprot Trika atau minyak wangi sedikit saja, bereslah sudah.

        Memang dua jaket ini begitu nyaman. Modelnya klasik berkesan vintage long lasting sehingga tidak ketinggalan jaman. Tepatnya tidak termakan oleh jaman. Buktinya, setelah sempat disimpan begitu lama, ketika suatu hari bongkar-bongkar lemari dan menemukannya, Puan langsung tertarik dan bilang: “Bagus nih, Ma. Boleh ikutan pakai gak?” ujarnya seraya mematutkan jaket jeans di pundaknya. Saya tersenyum mengiyakan, sembari sedikit menceritakan kisah “si jaket” yang usianya lebih tua dari dirinya. Kemudian,  beberapa kali akhirnya pernah tukar pakai jaket ini, dan mungkin akan jadi favoritnya juga ya, haha.

       Oalah. Selembar pakaian agaknya bisa sebagai penyimpan cerita dan rahasia, termasuk dua jaket saya. Tak heran bila orang tua kita dulu juga ada yang mewariskan ini pada anak cucunya. Seperti kain batik, songket dan semacamnya. Semakin berusia tua dan pandai merawatnya bisa semakin mahal nilainya.

       Ya. Pakaian memang tak sekedar penutup aurat, pelindung badan dari teriknya panas dan guyuran hujan, tapi juga menunjukkan citra diri dan kepribadian. Kalau dalam pepatan Jawa: Ajining diri mergo soko lathi, ajining raga mergo soko busono. Yupz !

       Salam sehat dan selalu semangat..!***NZ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar