Senin, 17 Juli 2023

Anakmu Juga Sahabatmu

     Anak adalah amanah. Sejak dia dititipkan di rahimmu, lalu dilahirkan, maka bimbing dan didiklah sebisamu. Berikan yang terbaik sesuai jamannya, sebagai ibadah. 

                                                foto: dokpri @nuridazed

     Sebelum menjadi manusia dewasa, bahkan orang tua, setiap kita merupakan seorang anak yang dilahirkan oleh ibunya. Karena itulah ketika kemudian dipercaya menjadi orang tua, menjadi ibu dan memiliki anak, tentunya harus ada rasa tanggung jawab dan kasih sayang, setidaknya seperti yang telah kita terima dahulu. Serta memastikan anak selalu bahagia.

    Pada setiap keluarga tentunya memiliki cara masing-masing ya, untuk membuat anak bahagia. Kenapa musti bahagia, karena dari rasa bahagia ini akan menghadirkan energi positif yang dapat memantikkan keinginan baik yang dibutuhkan oleh semua anak. Bahagia anak akan hadir pada keluarga yang bahagia, terutama pada seorang ibu. Karena bahagia itu sifatnya menular ya, seringkali auranya memberikan impact pada orang-orang di sekitarnya, termasuk anak kita. Saat merasa bahagia dan sehat, anak akan bisa lebih mudah berekspresi dan bereksplorasi dengan apa yang sudah dimiliki, lebih percaya diri serta dapat menyiapkan diri untuk masa depan yang baik demi kesuksesan dalam hidupnya. 

     Membuat anak bahagia bukan tentang memberikan kesenangan dengan apapun yang diinginkan, lho, seperti membelikan barang-barang mahal kesukaan yang langsung bisa membuatnya berhenti merengek dan menangis karena merasa puas meski hanya sesaat. Tapi justru sebaliknya, memberikan kebahagiaan yang hakiki dari dalam hati, seperti perhatian dan kasih sayang tulus sehingga manfaatnya akan melekat sepanjang masa. Tak hanya dimanja dan dibekali sebongkah materi, tapi lebih kepada bagaimana kita mendidik dan membimbing mereka dengan hal yang semestinya.


Anak Juga Sahabat

     Belum lama ini saya pernah membaca sebuah buku yang menuliskan nasehat dari Ali bin Abi Thalib mengenai bagaimana mendidik anak. Di situ dituliskan bahwa didiklah anakmu sesuai dengan jamannya, karena mereka hidup bukan di jamanmu. Artinya sebagai orang tua, apalagi seorang ibu, hendaklah mengetahui, mengerti dan memahami dunia anak masa kini, dengan mengikuti perkembangan anak di jamannya. 

     Kalau jaman dulu mungkin hirarki antara orang tua dan anak begitu jauh terasa bedanya ya. Orang tua seolah memiliki hak otoriter terhadap anak, termasuk soal perintah boleh atau tidak boleh. Hal yang sudah diputuskan oleh orang tua yang tidak boleh ditolak dengan alasan anak harus patuh terhadap orang tua, maka bila tidak mengikuti perintah akan menjadi anak durhaka. Sehingga anak tidak punya kesempatan untuk memberikan alasan dan argumentasi jawaban yang dia yakini. Bahkan apapun yang menjadi keputusan orang tua seperti peraturan yang mengikat dan tak boleh dilanggar meski tidak sesuai dengan keinginan. Hmm, terpaksa seperti jaman Siti Nurbaya saja. Hal yang membuat anak sering menyimpan jiwa pemberontak dan cenderung balas dendam. Namun tak bisa disalahkan, karena jaman dan keadaan membuat kondisi yang demikian. 

     Walaupun gaya parenting seperti itu tidak sepenuhnya salah juga sih, tapi untuk jaman sekarang ini rasanya kurang tepat bila diterapkan. Ketika ingin memberikan nasehat atau memberitahu tentang sebuah kesalahan, tidak lagi bisa disampaikan dengan paksaan dan kekerasan. Ya, karena seringkali mereka memiliki alasan terhadap apa yang menjadi keputusannya itu sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

     

     Masih menurut Ali bin Abi Thalib, ketika mendidik anak sebaiknya diperhatikan masalah usia mereka. Dan ini bisa dibagi menjadi tiga kategori, yakni untuk anak hingga usia tujuh tahun, perlakukan anak seperti seorang raja. Penuhi apa keinginannya, berikan yang terbaik, termasuk pendidikan, kesehatan, makanan dan kebutuhan lain karena termasuk masa emas yang akan menentukan masa depannya. Anak usia ini merupakan usia yang membutuhkan perhatian khusus karena anak akan merekam dengan baik semua kejadian dan perlakuan yang dialami melalui memori terdalam yang dimiliki sehingga akan berpengaruh terhadap karakter dirinya kelak. Perlakukan dengan kelembutan dan kasih sayang maka kelak mereka akan tumbuh menjadi orang yang lembut hati dan penyayang juga, karena di tahap ini anak belajar dari melihat sikap orang tuanya.

     Kemudian ketika berusia tujuh hingga 14 tahun, perlakukan mereka seperti tawanan, yang selalu didampingi, diawasi dan diperhatikan serta diingatkan mengenai akhlak dan akidah,  hak dan kewajiban,  punishment and reward, lalu diberikan hukuman di saat melakukan kesalahan. Diberitahu mana yang salah dan yang benar, serta bagaimana konsekwensi dari suatu perbuatan yang telah dilakukan, sebab dia mulai berbaur dengan masyarakat dan kehidupan yang sebenarnya. Sedangkan anak usia di atas 14 tahun, perlakukan anak sebagai seorang sahabat yang mampu memberikan ketenangan dengan bertukar pikiran. Berikan teladan yang baik secara bersamaan karena harus membangun mental dan spiritual dalam dirinya.


Diskusi dan Solusi

     Dalam perjalanan mendampingi anak dari lahir hingga saat ini, tentunya  tak lepas dari berbagai kendala yang seringkali dihadapi. Dua anak saya yang menginjak dewasa dan masih remaja tentu berbeda teatment dalam menanganinya. Terhadap Puan, anak perempuan saya tak lagi bisa diterapkan sama seperti kakaknya yang laki-laki, meski memiliki 'azaz' yang tak beda, yakni demokrasi. Dalam beberapa permasalahan yang dihadapi, saya lebih menyukai menyelesaikan dengan cara diskusi. 

     Saya mulai dari cara pandang dan apa yang menjadi buah pikiran anak-anak sehingga mengetahui latar belakang, alasan dan tujuan yang diinginkan. Kemudian saya pun mengemukakan pendapat saya sebagai seorang sahabat yang selalu saling mendukung dan memahami. Sesekali bisa saja berdebat dalam mengemukakan argumentasi, tapi kemudian sama-sama menemukan satu solusi yang disepakati bersama. 

     Ada konsekwensi sebagai rasa tanggung jawab dalam kemandirian mereka ketika menentukan passion dan bagian dari tujuan hidupnya. Tidak semua mudah, bahkan harus mengalami berbagai tantangan agar memberikan effort yang berarti. Sepanjang perjalanan musti dilewati dengan penuh rasa syukur bahwa setiap manusia memiliki jalan kebaikannya sendiri.  

     Sekali lagi nih, anak adalah amanah. Titipan Sang Khalik yang harus dijaga dan didampingi agar membawa pada keberkahan hidup hingga akhir nanti. Kelak, sebagai orang tua, kitapun akan dipertanyakan mengenai hal ini sebagai tanggung jawab dari Illahi Robbi. Insya Allah, dari anak yang sehat dan cerdas, sholeh solehah akan memberikan generasi hebat sebagai pembawa tongkat estafet di masa depan nanti. 

    Selamat Hari Anak Nasional 2023.

    Salam sehat dan selalu semangat!!***NZ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar