Selasa, 22 September 2020

Toleransi Kunci Harmonisasi Negeri


Sejak kecil saya sudah akrab dengan kata toleransi. Rasa saling menghargai yang menjadi kunci harmonisasi negeri ini.

By Nur Ida Zed

 

                                                        foto: nuridazed. dokpri

        Apa sih toleransi ? Sikap saling menghormati dan menghargai ketika ada perbedaan di antara kelompok masyarakat untuk menghindari terjadinya diskriminasi. Bentuk toleransi ini bermacam-macam, antara lain menghargai pendapat orang lain yang memiliki cara pandang berbeda, menghormati pilihan orang lain yang kebetulan tidak sama, serta saling tolong menolong sesama manusia tanpa memandang perbedaan yang ada seperti ras, suku, bahkan golongan dan agama.

 

        Untuk saya rasa toleransi ini sudah ditanamkan sejak kecil. Kebetulan kami tinggal di daerah yang masyarakatnya heterogen. Selain penduduk asli daerah, tetangga kecil saya juga banyak orang Tionghua, sehingga mempunyai latar belakang budaya dan agama yang berbeda, tapi tetap enjoy saja saat bermain dan beraktivitas bersama. Saya masih ingat ketika kecil punya teman bernama Shin Hwa, pindahan dari luar kota dan tinggal di rumah Omanya, tetangga yang tak jauh dari rumah saya. Karena satu sekolah, kami biasa bermain dan belajar bersama, saling bantu jika ada tugas dari guru sekolah seperti prakarya atau PR alias pekerjaan rumah maupun kerja kelompok. Saat belajar atau bermain bersamapun, ketika tiba waktunya sholat seringkali dia mengingatkan saya untuk beribadah lebih dulu sementara dia menunggu di rumah saya.  

        Tak hanya itu, karena Bapak termasuk orang yang “dituakan” di lingkungan saya, seringkali kami mendapatkan hantaran ucapan selamat Idul Fitri dari para tetangga non muslim ketika Hari Raya Lebaran tiba. Kata Bapak sih gak apa-apa, ini sebagai salah satu wujud memaknai rasa toleransi antar umat beragama yang ada di lingkungan masyarakat di daerah saya.  Untuk toleransi antar umat beragama ini hendaknya sebatas muamalah bersilaturahmi dengan tidak menyinggung akidahnya, seperti mengikuti ibadah dan keyakinannya. Karena yang ini tentu saja berlaku “lakum diinukum waliyadiin”, bagimu agamamu dan bagiku agamaku.

        Pelajaran tentang toleransi ini saya terapkan juga ketika bekerja di Jakarta, termasuk saat di Majalah Hongshui Living Harmony, Global Media waktu itu. Kami mempunyai ekspert editor ahli hongshui seorang Biksu bernama Dutavirya atau biasa disapa Suhu Benny yang beragama Buddha. Sesekali saat mengunjungi kantor, kami tidak merasa asing dengan penampilan serta pakaian khas seorang biksu, yang di mata kami  terlihat sama seperti  kemeja, cardigan, t-shirt, rompi, jas atau jilbab untuk menunjang fashion style-nya. Begitupun dengan pilihannya sebagai vegetarian yang hanya mengkonsumsi sayur dan buah saja, tanpa telur serta daging untuk menu makanannya. Sehingga ketika ada acara makan bersama, selalu disiapkan menu vegan supaya semua bisa menikmati hidangan dengan suasana kebersamaan, sama seperti ketika kami yang muslim mengharamkan daging babi dan khamr.

 

Toleransi Masalah Selera

        Dalam toleransi tak hanya sebatas antar umat beragama saja ya, ketika kita memiliki pemikiran yang berbeda terhadap satu hal, misalnya, rasa toleransi ini juga diperlukan untuk menjaga harmonisasi hubungan antar personal. Seperti dalam sebuah rapat, seringkali kita punya cara pandang terhadap sesuatu yang berbeda dengan teman lainnya. Namun sikap menghargai pendapat orang lain itu merupakan wujud rasa toleransi yang dibutuhkan agar mendapatkan kesimpulan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Berbeda sudut pandang justru akan mempertajam wacana dan memperkaya wawasan kita.

        Toleransi tak harus seragam, tapi bagaimana bersikap yang baik untuk menghadapi perbedaan dalam keberagaman. Di dalam keluarga kecil saya,  toleransi yang dalam bahasa Jawa disebut tepo seliro  seringkali terasa dalam kehidupan sehari-hari. Ketika saya dan Puan, putri saya asyik menikmati tayangan K-pop dan serial Drama Korea kesayangan di Channel K+, maka kakaknya tidak lalu merebut remote tivi atau mencela drakor favorit yang sedang kami tonton, apalagi berusaha mengganti  dengan channel FOX Sport atau Disney kesukaannya. Begitu juga sebaliknya. Karena bila itu dilakukan, tentu kami akan marah dan merasa kesal. Ya. Harmonisasi, kedamaian dan kenyamanan dalam keluarga menjadi prioritas utama meski berbeda selera dan cara pandang.

 

        Lalu, ketika ada beragam perbedaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bagaimana menumbuhkan sikap toleransi atau tenggang rasa ? Mari saling menghargai dan menghormati apa yang menjadi cara pandang, pendapat, pemikiran bahkan keyakinan orang lain sesuai dengan porsinya agar tercipta keharmonisan negeri ini. Berbeda itu biasa, tapi tetaplah bersama dalam membangun negeri  tanpa diskriminasi, dan perpecahan di dalamnya.

        Salam sehat dan selalu semangaatt..! ***NZ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar