Jumat, 25 September 2020

Berpikir Kritis Di Saat Krisis


        Apa yang ada di benakmu saat orang berpikir kritis? Jangan dibawa perasaan dulu ya, memang perlu untuk kritis di saat situasi krisis supaya dapat menerima informasi secara logis. 

By Nur Ida Zed

 

                                                                        Photo from Pinterest

Ketika pertama kali mendengar issue tentang virus Corona yang mulai merambah ke Indonesia saat itu, tak pelak membuat kita semua semakin khawatir saja. Banyak sekali berita yang beredar di platform media memaparkan keganasan yang mengerikan tentang Covid-19. Yang pada kenyataannya, sampai sepanjang ini, habis juga tujuh purnama kita masih terkena dampaknya sehingga harus tetap waspada. Ya, siapa yang menyangka kondisi ini benar-benar terjadi dan tak sekadar mimpi.

 

Hampir setiap hari kita mendengar pasien terpapar, pasien dalam pengawasan hingga orang tanpa gejala dan korban meninggal yang semakin hari kian bertambah saja. Seperti tak percaya, tapi ini benar-benar nyata. Semua media masa meng-update situasi pandemi ini dari berbagai angle dengan narasi yang mau tak mau kita konsumsi setiap hari. Dan ini memaksa kita untuk dapat menyaring informasi  mana yang bermanfaat, perlu dicerna, dipahami dan mana yang tidak. 

 

Suatu hari ketika muncul informasi tentang adanya penyintas Covid yang pertama, satu keluarga dari Depok, Jawa Barat yang ditemukan terindikasi reaktif virus ini, hampir semua media mewawancarainya, ingin mengorek  informasi tentang kejadian yang sebenarnya, baik yang berkaitan dengan cerita bagaimana bisa terjadi keluarga ini terkena corona, traffic link orang-orang yang belum lama ditemuinya, sampai kepada masalah yang menyangkut kehidupan pribadinya. Semua disajikan dengan tujuan memberi informasi kepada masyarakat tanpa memikirkan privasi bagi nara sumbernya. Seringkali agar menarik untuk dibaca, narasi serta tagline maupun head line dibuat sedemikian rupa supaya mengundang keinginan kita untuk tahu lebih banyak dan mengklik laman tulisannya. Karena itulah kita sebagai pembaca, penonton dan audience sebaiknya bisa berpikir kritis dalam menyikapinya.  

 

Pernah waktu itu seorang tokoh masyarakat  dikabarkan meninggal karena virus corona, bahkan sempat viral di beberapa media. Tapi ketika dikonfirmasi lagi ternyata tidak benar, hanya terpapar dan masih bisa disembuhkan. Informasi simpang siur seperti ini membuat kita seharusnya lebih teliti dan kritis dengan mencari kebenaran serta sumber fakta yang terpercaya. Apalagi di jaman serba digital seperti sekarang, segala bentuk informasi, termasuk yang sifatnya negatif dan  kurang valid bisa saja cepat menyebar lewat grup media social, seperti whatsapp, line, facebook dan lainnya.  Untuk saya dalam menghadapi ini tidak terlalu fanatik dengan satu media saja, tapi perlu mencari penyeimbang seperti membaca beberapa literasi untuk menguatkan kebenarannya, semacam media mainstream yang akurat dengan riset dalam mengungkap fakta.


Memilah dan Memilih

Berfikir kritis memang sangat dibutuhkan dalam menghadapi berkembangnya kehidupan, terlebih di situasi kritis seperti sekarang ini. Hampir setiap orang memiliki media social sehingga berpotensi menyebarkan informasi yang kadang belum tentu kebenarannya alias hoax. Karena itulah sebelum membagikan informasi yang didapat sebaiknya tidak  asal ditelan saja, tapi lebih memilah dan memilih. Maksudnya terlebih dahulu memilah  segala informasi yang masuk dan dicek  kebenarannya, baru memilih mana yang layak untuk dibagikan kepada  orang lain.

Untuk dapat berpikir kritis tentu tidak bisa terjadi secara instan ya, tapi perlu dilatih dan dipertajam. Dari lingkungan keluarga pola berpikir kritis ini bisa dimulai dengan memberitahu kepada anak tentang mengapa kita melakukan sesuatu. Hal kecil seperti  mengapa harus memakai masker, cuci tangan pakai sabun atau mandi dan membersihkan diri setelah beraktivitas di luar rumah selama masa pandemi ini.

Kebiasaan menonton televisi bersama juga bisa menjadi moment untuk melatih cara berfikir kritis. Di saat sama-sama update informasi, antar anggota keluarga bisa saling berdiskusi mengenai issue yang sedang hangat dibicarakan di televisi. Dan ini akan memotivasi untuk berani berpendapat, tidak takut bersuara dalam menyerukan kebenaran yang diyakininya, serta dapat memutuskan sendiri segala sesuatu yang berkaitan dengan dirinya. Selain itu membiasakan untuk selalu ingin tahu dengan memperkaya pengetahuan yang aktual dan  menambah wawasan.

 

Berpikir kritis juga menyangkut bagaimana menghadapi situasi dengan bertindak secara bijak tanpa terbawa arus yang dapat menyesatkan dirinya. Jadi berpikir kritis atau critical thinking itu sebenarnya dibutuhkan dalam menyikapi segala sesuatu yang ditemui sehari-hari. Termasuk bagaimana cara pandang kita saat mengalami situasi krisis di masa pandemi Covid-19 ini. Misalnya dengan tidak boros belanja barang yang tidak terlalu penting, tidak harus keluar rumah bila aktivitas bisa diselesaikan di rumah saja dan bersuara ketika menemui hal yang tidak berkenan tanpa menyakiti yang lainnya.

Terima kasih sudah singgah untuk membaca blog saya. 

Salam sehat dan selalu semangaatt..!***NZ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar