Jumat, 08 Maret 2013

Warning: Human Trafficking !


Warning:  Human Trafficking !
By: Nur Ida Zuhayanti


  

Tak dapat dipungkiri bahwa lingkaran kemiskinan seringkali membawa pada langkah yang tiada bijak lagi. Kehadiran “sindikat” penyalur tenaga kerja yang bagai malaikat penolong itu, ternyata tak ubahnya serigala berbulu domba.

Suara musik eksotis masih terus mengalun diantara nyala lampu temaram di sebuah pub yang juga melayani jasa pijat di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat malam itu. Beberapa pengunjung nampak asyik masyuk bersama teman kencannya sambil minum-minum. Yang lain terlihat santai sembari menikmati alunan lagu dari layar besar di sisi ruangan yang disediakan. Di situlah Santi, perempuan belia asal Sukabumi, Jawa Barat menghabiskan hari-harinya untuk bekerja sebagai pemijat bersama beberapa teman sebaya. Dengan seragam rok mini dan pakaian ketat, ia mengaku seringkali juga melayani para tamu yang ingin meluapkan hasrat seksualnya. Pekerjaan ini terpaksa dilakukan, karena tak ada pilihan lagi. “Keluarkan saya dari sini,” ratap sulung tiga bersaudara lulusan Sekolah Menengah Pertama itu. Sambil berurai air mata, kemudian ia bercerita tentang awal kepergiannya ke Jakarta , yang konon karena ingin membantu orang tuanya yang hanya seorang buruh tani, dan sudah sakit-sakitan.

“Awalnya saya ditawari tetangga sebelah desa untuk jadi pembantu di rumah orang kaya di Jakarta ,” papar pemilik tubuh bongsor itu seolah mengingat perjalanan bersejarahnya pada akhir Desember tahun lalu. Bersama tetangga yang telah dikenalnya itu ia lalu diantar ke sebuah yayasan penyalur tenaga kerja di kawasan Kota , yang langsung dibawa ke tempat hiburan itu, dan tidak bisa keluar lagi. Tiga bulan lamanya ia ditraining sebagai pemijat, dan bagaimana melayani pelanggan. “Tidak digaji karena belum punya KTP Jakarta, dan hanya memerima tip saja. Kata menejer saya: kalau mau bikin KTP usianya harus ditulis 18 tahun. Tapi setelah punya, sampai sekarang malah tidak mendapatkan apa-apa,” lanjut Santi yang konon pernah berusaha kabur, tapi tertangkap oleh keamanan dan dipukuli. Padahal ia sudah kehilangan segalanya, termasuk keperawanan yang selama ini ia jaga.

Tak hanya Santi, sebut saja Rina juga mengalami nasib serupa. Perempuan asal Subang yang baru kena PHK sebagai buruh pabrik ini bahkan telah medical ceck up segala untuk dapat bekerja sebagai TKW ke luar negeri, di Singapura. Bayangan gaji yang tinggi setiap bulan supaya dapat mengangkat derajat keluarga itu membuat niatnya demikian bulat dan semakin membara. Tapi ternyata, ia hanya dijadikan pekerja seksual di Batam. “Ketika diberitahu rencana negara tujuan berubah, yakni ke Malaysia dan tidak kunjung diberangkatkan, saya sudah mulai curiga. Kata Bu Mahdalena (agen yang membawanya), kita transit sembari nunggu paspor jadi, sekalian menambah pengalamana kerja,“ terang perempuan yang waktu itu pergi bersama teman sekampungnya karena ditawari kerja oleh Abdul Hadi untuk mendaftar di sebuah  PJTKI . Rupanya semua itu hanya sebagai alasan saja. Bersama temannya itu, ia dikurung di lantai dua sebuah hotel, dan dipaksa melayani keinginan pengunjung pub, setelah sebelumnya disuntik anti hamil oleh dokter. “Sebelum terlambat, kami nekat melarikan diri turun dari lantai dua hotel tempat penampungan itu dengan ikat pinggang,” kata Rina yang konon akan dijual keperawanannya kepada orang asing seharga 4 juta. Beruntung mereka bertemu orang baik dan diantarkan melapor ke pihak yang berwajib, hingga dapat dipulangkan. 

Cerita Santi dan Rina merupakan potret korban pedagangan perempuan yang ada di negeri ini. Para pelaku yang berkedok sebagai pencari tenaga kerja dengan maksud membantu melepaskan diri dari kemiskinan, sebenarnya hanya bertujuan untuk kepentingan pribadi. Sementara para korban hanya dijadikan barang dagangan yang dijual untuk tujuan eksploitasi semata. Berdasarkan data Konsorsium Pembela Buruh Migran Indonesia, sepanjang tahun terdapat sekitar 75.706 tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri menjadi korban perdagangan manusia. Angka ini akan terus bertambah setiap tahun. Dan tak kurang dari 40.000 – 70.000 setiap tahunnya, mereka  diperdagangkan untuk tujuan seks komersial. Dari jumlah itu ternyata 30 persennya masih di bawah umur. Sehingga tentu saja, para korban yang ditemui sebagian besar adalah: Perempuan dan anak-anak.  

Derita Berkepanjangan
Perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki kekuatan luar biasa. Ketika tiba-tiba musibah datang melanda, maka tak sedikit sosok lemah lembut penuh perasaan ini tampil menyelamatkan keluarganya. Berjuang sepenuh jiwa dan raga, tanpa kenal bahaya dan malapetaka. Desi, misalnya, setelah sekian lama ditinggal pergi begitu saja oleh suaminya, perempuan asal Blitar, Jawa Timur itu bertekat untuk tetap membesarkan anak semata wayangnya, Yoga dengan memilih bekerja sebagai TKW di Hongkong. “Gaji besar yang membuat saya tergiur untuk ikut mengadu nasib di negeri orang,” terangnya seolah mengemukakan alasan. Berbekal ijasah SMA, perempuan  kelahiran 10 Januari itu mendaftarkan diri lewat PJTKI  PT.Hikmah Suryajaya, di kota Malang .

Enam tahun ia bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) di Hongkong, telah tiga kali ia berganti majikan. Dua tahun pertama di Kwai Chung , ia mengaku banyak mendapatkan pelajaran. Seperti gaji yang tidak sepenuhnya dibayarkan, adanya pemotongan-pemotongan dan perlakuan yang kurang menyenangkan. Namun semua itu dapat dilalui dengan tabah dan tawakal. “Karena dianggap membangkang, saya pernah diblokir oleh agen dan majikan agar tidak dapat bekerja lagi,” terang  ibu satu putra yang kini ikut aktif di sebuah lembaga swadaya masyarakat untuk urusan migran. “Dari situ justru saya menjadi terpacu untuk mencari tahu  bagaimana sebaiknya kita berusaha untuk tetap dapat bertahan hidup di tanah orang,” lanjutnya.

Tak hanya Desi, ada banyak perempuan lain yang memiliki nasib serupa, bahkan lebih menderita. Kenyataan di Indonesia bahwa penduduk miskin semakin bertambah, apalagi dengan adanya musibah dan bencana yang seolah susul menyusul. Tsunami, gempa bumi, banjir bandang, tanah longsor, lahar lumpur Lapindo dan yang lainnya. Kondisi inilah yang menurut sosiolog Gumilar R.Sumatri PHd merupakan salah satu pemicu terjadinya trafficking alias perdagangan manusia menjadi kian marak. “Kemiskinan dan kebodohan ibarat dua sisi mata uang. Kondisi ini seringkali membuat orang tak dapat berfikir jernih untuk membedakan mana niat baik dan mana itu jebakan,” terang sosiolog Universitas Indonesia ini. Sedangkan perempuan dan anak-anak merupakan obyek yang sangat mudah dipengaruhi, karena mereka lemah, cenderung penurut dan gampang dibohongi.

“Suasana kesusahan itu membuat orang menjadi rentan untuk dipengaruhi dan diberi mimpi terhadap peningkatan hidup yang lebih baik. Padahal tujuan yang sebanarnya hanya untuk mengeklsploitasi kemiskinan itu sendiri.,” terang Arist Merdeka Sirait, Sekjen Komnas Anak ketika ditemui di kantornya di bilangan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Hal inilah menurutnya, yang kemudian membuka peluang terjadinya trafficking.

Apa itu Trafficking ?
Menurut kamus besar Hassan Shadily, trafficking berasal dari kata traffic yang berarti lalu lintas, atau perdagangan-jual beli. Trafficking manusia berarti kejahatan yang meliputi perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan serta bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan dengan memberi maupun menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar mendapatkan persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain untuk tujuan eksploitasi.

Di Indonesia, trafficking manusia telah mencapai skala besar, terutama yang melibatkan perempuan dan anak (women and child trafficking) untuk tujuan bekerja di rumah tangga serta eksploitasi seksual. Dalam Traffick and Person Report  yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri AS dan  Economy Social Commission Asia Pasific (ESCAP), Indonesia bahkan ditempatkan pada peringkat ketiga atau terendah dalam upaya penanggulangan perdagangan perempuan dan anak. Oleh sebab itu, Indonesia dikategorikan sebagai negara yang memiliki “korban dalam jumlah besar”, karena belum menerapkan standar minimum serta belum melakukan usaha yang berarti untuk memenuhi standar minimum tersebut.

Sebenarnya, trafficking juga dipergunakan sebagai bentuk dari  kejahatan lain seperti pengantin pesanan, pedofilia, kekerasan,  bahkan transplantasi organ tubuh dengan dalih adopsi. Korban trafficking menghadapi berbagai macam resiko kesehatan, penganiayaan fisik dan psikologis, tidak mendapatkan hak di bidang hukum dan perburuhan serta dianggap sebagai migran yang tidak sah dalam sebuah negara. 

Sindikat Yang Terselubung
Memang tak mudah mengenali kasus perdagangan perempuan ini. Selain budaya kita masih demikian kental menerapkan bahwa perempuan merupakan sosok yang penurut dan tak boleh menolak, tidak banyak dari mereka yang berani mengungkap penderitaan ini ke permukaan, sehingga lebih baik tidak melapor. “Jika korban sendiri tidak melapor, maka akan sulit untuk diproses,” terang Sirait lagi. Tapi, kalaulah ada yang melapor, tidak sedikit justru korban dan keluarganyalah yang dipersalahkan. Seperti yang dialami Rina pada waktu itu, ia mengaku harus dengan susah payah membuktikan kasusnya terhadap pihak berwajib sebelum diusut.

Ya, pada banyak kasus, pelaku biasanya merupakan sindikat yang terorganisir dan telah diatur rapi sehingga sulit untuk disentuh. Tengok saja tempat hiburan dimana Sinta bekerja. Setelah dikonfirmasi, konon bisnis seks terselubung ini memang sangat menguntungkan. Menurut seorang sumber, boleh jadi setiap bulannya bisa menghasilkan milyaran rupiah, sehingga dengan mudah dapat membayar jasa keamanan dan aparat berwenang supaya terbebas dari jerat hukum. Sekedar bahan perenungan, menurut laporan PBB tahun 2002 menyebutkan bahwa sindikat internasional perdagangan manusia dapat meraup keuntungan sekitar 7 miliar dollar AS setiap tahun dari perdagangan atas anak dan perempuan asal Indonesia.

Dari kenyataan tersebut, maka tak aneh bila kasus trafficking ini menjadi sulit untuk diungkap, karena mereka yang seharusnya berada di jalur depan justru menjadi bagian dari bisnis ini. Hal inilah yang kemudian melatar belakangi beberapa lembaga swadaya masyarakat untuk peduli terhadap nasib bangsa dengan terus berjuang memerangi trafficking.

Dewi Hughes Internasional Foundation, misalnya, merasa perlu memberikan penyuluhan dan kampanye anti trafficking kepada masyarakat, terutama kaum perempuan di pedesaan untuk waspada terhadap rayuan calo yang bertujuan menjebak. Begitu juga dengan Solidaritas Perempuan , International Organization of Migration (IOM), Migrant Care dan lainnya.

Lembaga-lembaga ini merasa berkepentingan untuk mendesak pemerintah agar segera mensyahkan Undang- Undang Anti Trafficing yang menjerat para pelaku.  “Telah begitu banyak korban yang perlu ditangani dari kasus trafficking ini. Karena itu kita tidak boleh tinggal diam,” jelas Dewi Hughes lagi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Anies Hidayah, Direktur Migrant Care, yang kegiatannya langsung berhubungan dengan para korban. “ Kami sangat prihatin dengan keberadaan mereka. Karena itu kami berupaya untuk mendampingi para buruh migrant agar mendapatkan hak-haknya,” terang Anies ketika ditemui di kantornya Jalan Pulo Asem, Jakarta Timur. Mereka perlu support agar tidak  didzalimi.

Melihat kenyataan tersebut, maka tak ada jalan lain bagi kita untuk segera memerangi kejahatan trafficking ini. “Harus ada upaya yang kuat untuk memeranginya. Apalagi kasus-kasus yang terungkap ke permukaan bukanlah menunjukkan angka sebenarnya, melainkan hanya perkiraan saja,” terang Dra. Maswita Djaja MSc, salah satu tokoh yang peduli masalah Pemberdayaan Perempuan. Pada sebuah kesempatan sebagai narasumber ia mengatakan bahwa kasus ini seperti fenomena gunung es dan lingkaran setan. “Yang terlihat hanyalah sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya. Kita tidak tahu sudah berapa banyak kasus trafficking yang lolos dari pengawasan aparat hukum. Atas dasar itulah, pemerintah punya komitmen untuk memeranginya” tegasnya. Ya, karena kejahatan ini memang merupakan sindikat yang terselubung. So, Warning: Human Trafficking !!   ***NZ
foto-foto: istimewa


Kenali Pelaku Trafficking.

Trafficking merupakan pelanggaran berat hak azasi manusia. Kejahatan yang berkedok kebaikan itu mengakibatkan banyak korban yang tidak saja mengalami penganiayaan fisik dan berbagai macam resiko kesehatan, tapi juga luka pada psikologisnya. Oleh karena itu, ada baiknya bila kita mengenali para pelaku trafficking ini, antara lain:
Ø      Broker / agen / sponsor atau perantara lainnya yang mengatur perekrutan, atau penempatan kerja.
Ø      Oknum pemerintah yang terlibat dalam pembuatan identitas palsu untuk KTP, Paspor dan lain-lain.
Ø      Agen Perusahaan Jasa Pengerah Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang merekrut calon pekerja dengan cara ilegal.
Ø      Organisasi sindikat untuk seks komersial, pedofilia, atau distribusi narkoba dengan cara memungut anak jalanan atau penculikan.
Ø      Keluarga yang dengan sengaja menjual anaknya karena mempunyai hutang atau terjerat hutang yang sangat besar.
Ø      Suami yang menjual istri atau anaknya karena miskin, atau karena suami tidak bekerja.
Ø      Perempuan yang menjual anaknya karena tidak mampu membiayai atau tidak menginginkan anak tersebut.
Ø      Orang yang menyediakan tempat penampungan
Ø      Teman, tetangga atau orang yang dikenal baik.
Ø      Perusahaan Impresariat atau jasa hiburan.***NZ



Yang harus dilakukan bila orang terdekat menjadi korban

Ø      Kumpulkan setiap bukti yang ada dengan mencatat tanggal, tempat kejadian, serta identifikasi pelaku.
Ø      Pilih orang yang dapat dipercaya untuk menceritakan permasalahan yang terjadi.
Ø      Laporkan segera kepada aparat kepolisian terdekat atau meminta bantuan serta pendampingan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
Ø      Konsultasikan kepada lembaga-lembaga yang menangani masalah perempuan dan anak, oraganisasi perempuan, atau oraganisasi masyarakat yang memahami pola trafficking.***NZ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar