Jumat, 15 November 2024

Peduli Kaum Remaja Mencegah Upaya Bunuh Diri


        Banyak peristiwa dapat diungkap di era digital yang serba cepat saat ini. Berbagai informasi serta ilmu pengetahuan seolah hanya berbatas di ujung jari. Tinggal klik, semua akan terbuka di depan mata, termasuk semua kejadian yang sedang ramai diperbincangkan di dunia maya. 

by Nur Ida Zed


                                                foto by nuridazed

        Prihatin dengan kasus bunuh diri anak muda yang kian meningkat akhir-akhir ini. Dari data Pusat Informasi Kriminal Nasional atau Pusiknas Kepolisian Republik Indonesia yang mencatat di sepanjang tahun 2024 sekitar seribu kasus yang sebagian dialami oleh remaja, anak muda, anak-anak kita di usia produktif. Mereka sepertinya rentan secara psikis dan mental sehingga tanpa pikir panjang memutuskan hal yang fatal untuk dirinya dan masa depannya.

        Seperti kasus di Surabaya beberapa waktu lalu, seorang mahasiswa sebuah Universitas ditemukan bunuh diri dengan melonpat dari atas gedung di kampusnya. Tak berapa lama juga di Jakarta, mahasiswa Universitas Tarumanegara mengakhiri hidupnya dengan cara yang sama, melompat dari atas gedung kampusnya. Bahkan yang sempat hangat dan viral, mahasiswa kedokteran Undip Semarang yang sedang mengambil spesialis PPDS ditemukan di kamar kos terindikasi mengakhiri hidupnya dengan menyuntikkan obat anestesi melebihi dosis di tubuhnya. Saya tidak ingin menyoroti dari setiap kasus, namun keprihatinan terhadap degradasi mental yang dimiliki anak-anak muda penerus bangsa ini.

        Tentu banyak hal yang melatar belakangi keputusan mereka ini,  di saat mengalami permasalahan yang begitu kompleks. Pengaruh berbagai hal termasuk faktor lingkungan, pergaulan, support system serta yang mendasar dalam dirinya dengan mental yang rapuh. Sebagai seorang ibu yang memiliki anak remaja tentu saya merasa prihatin dan sedih melihat kenyataan ini. 

       

        Tidak bisa dipungkiri peran media, baik offline maupun online, termasuk media sosial yang kian terbuka lebar dan mudah diakses setidaknya mempengaruhi kondisi ini. Tak hanya terjadi di kota besar, tapi juga di berbagai daerah. Miris rasanya, bahkan karena masalah sepele saja, semacam putus cinta sampai mengambil solusi dengan mengorbankan nyawa.

        Dan inilah kenapa saya seringkali menyinggung tentang empati dan motivasi dalam tulisan di blog dan artikel, serta Podcast Morning Daughter di Spotify dan Youtube Channel. Setidaknya saya ingin berkontribusi mengisi blank spot untuk memberi nuansa berbeda dengan menguatkan mental dan menambah semangat anak muda agar tak rentan dengan pengaruh sosial di sekitarnya. Supaya menjadi lebih kuat menghadapi berbagai tantangan buat masa depannya. Saya rasa mereka tidak hanya sekadar membutuhkan tempat curhat yang tepat, namun juga obat mujarab untuk kesehatan mentalnya.


        Meski pemerintah telah menyediakan kontak khusus untuk saluran pencegahan bunuh diri nasional di  1-800-273-TALK (8255) serta telepon 911,  juga menciptakan berbagai sarana dan mengadakan semacam seminar dan diskusi yang memberikan pengertian untuk pencegahan masalah bunuh diri ini, namun agaknya sentuhan lain juga perlu diperhatikan.

        Support system menurut saya adalah salah satu hal terpenting yang menjadi penjaga mental anak-anak kita. Dukungan dari orang tua, saudara dan teman yang baik diperlukan untuk membuatnya tetap bahagia.  Bahkan pelukan tulus seorang ibu yang selalu ada dan mengerti segala keadaan dan kondisi mereka. Ya. peran ibu sangat membantu menguatkan mental anaknya.

        Saya prihatin ketika ada orang tua yang justru memberikan beban pada anak demi ambisi pribadi untuk reputasi keluarga. Misalnya dalam memilih jurusan pendidikan untuk cita-cita dan mimpinya. Juga kegiatan yang harus ditekuninya sehingga membuat mereka frustasi dan putus asa. Ujung-ujungnya bunuh diri dengan meninggalkan surat permintaan maaf karena tidak dapat membahagiakan orang tua. 

        Berbagai motif dari banyak kasus semacam ini semoga memberikan  pesan tersendiri yang perlu diperhatikan. Namun demikian, bekal agama merupakan dasar terpenting sebagai kendali seseorang terhindar dari masalah ini. Karena esensi dari agama yang mengajarkan nilai moral akan menjadi kendali untuk tidak melakukan hal nekat dan senaif ini. Terapi terbaik untuk mencegah rasa putus asa, kecewa dan tidak berguna adalah dengan sholat dan doa. Sebab sholat merupakan sarana yang tepat untuk mencurahkan segala isi hati dan berserah kepada Sang Pencipta.

        Setiap kali, ketika ada pertemuan dengan para ibu pun saya selalu mengingatkan rasa kepedulian dan kepekaan terhadap anak remaja kita sehingga mereka mau terbuka dan menceritakan masalah yang sedang dihadapi. Karenanya kita harus bisa berperan sebagai teman diskusi, sahabat yang paling mengerti dan memahami tentang semua yang dibutuhkan di masa pencarian jati dirinya saat ini.

        Salam sehat dan selalu semangat.***NZ .


 

11 komentar:

  1. Topik yang penting banget dibahas! Peduli sama kesehatan mental remaja itu krusial di tengah tekanan hidup yang makin kompleks. Makasih udah angkat isu ini, semoga makin banyak yang teredukasi dan tergerak untuk lebih peka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siip. Dimulai dari keluarga ya, peluk erat mereka agar terus merasa berharga. Salam sehat selalu🤗

      Hapus
  2. Ketika ambisi dan cita-cita orang tua yang tidak kesampaian kemudian dibebankan kepada sang anak, ini bisa menjadi salah satu bibit stress dan beban pada anak. Semoga anak-anak muda di Indonesia bisa menjadi lebih tangguh dalam menghadapi masalah dengan peran terbaik dari ayah dan ibu di keluarga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, semoga ya Mbak. Sehingga ketika anak-anak mendapat masalah bisa saling terbuka untuk mencari solusi terbaik dan tidak berpikir sempit.

      Hapus
  3. Komunikasi dan mau dengerin anak emang paling penting ya buat mencegah masalah kesehatan mental. Dan satu lagi kalau boleh nambahin, jangan denial kalau anak-anak emang udah ada tanda kesehatan mental. Inget kasusnya temen, guru udah ngasih tau anakny ada masalah mental, tapi dia denial dan akhirnya jadi parah.

    BalasHapus
  4. Miris ya dengan fenomena ini. Memang lingkungan sekitar, terutama orangtua, juga harusnya peka. Jangan smapai anak merasa sendiri. akhirnya bikin keputusan yang salah

    BalasHapus
  5. rumah memang tempat yang penting banget untuk menjaga anak, buat para orangtua harus sadar juga bahwa tiap generasi punya caranya sendiri untuk bisa diberikan ruang yang aman karena lingkungan tempat mereka berada beda dengan orangtua

    BalasHapus
  6. Jangan sampai memaksakan kehendaknya kepada anak hanya demi gengsi. Anak bukan robot. Sebagai orang tua yang pasti harus bisa membimbing dan mengantarkan ke tempyyang dipilih anak

    BalasHapus
  7. Wawasan-wawasan seperti ini harusnya jadi semacam kampanye ya oleh pemerintah teh, atau kayak lembaga KPAI, jadi KPAI gak hanya kelihatan pas ada kasusnya aja, tapi ada upaya antisipasi, kampanye kepada masyarakat agar memberikan ruang kepada anak-anaknya, tidak boleh ambisi tapi dibebankan kepada anak-anaknya. Atau justeru kalo anaknya ambisi orang tua yang harus bisa memberikan pengertian agar belajar menerima sedikit-demi sedikit.

    BalasHapus
  8. Pentingnya komunikasi antar ortua dan anak agar timbul kedekatan, sehingga anak tanpa sungkan bercerita tentang aktifitas & pemikiran2nya juga terbuka tentang byk hal & kita sebagai orgtua harus menjadi pendengar yg baik dan membebaskan mereka dengan pilihannya, tetapi tetap dalam pengawasan

    BalasHapus
  9. Kesehatan mental harus dijaga sejak dini, para anak2 didik kita sejak SD sudah harus mendapat literasi tentang kesehatan mental supaya tidak kecolongan spt banyak kasus diatas yang dicontohkan.

    BalasHapus