Minggu, 23 Juni 2024

Pasar Tradisional Menyimpan Kenangan

        Senangnya belanja ke pasar itu bukan saja karena banyak jajanan masa kecil, tapi juga melihat kebersamaan para pedagang dan rasa gotong royong yang real.

by Nur Ida Zed



                                                foto dok.pribadi

        Seperti sudah menjadi kebiasaan, setiap kali pulang kampung ke Blora saya selalu menyempatkan untuk mampir dulu ke pasar.  Entah itu membeli oleh-oleh atau sekadar jalan sambil berburu jajanan masa kecil yang menyimpan banyak kenangan. Pasar tradisional Sido Makmur yang dulu berada di tengah kota, dekat alun-alun dan pusat keramaian, sekarang pindah lokasi ke sebelah selatan, di perbatasan kota dengan situasi yang lebih nyaman. Selain areanya begitu luas, suasananya juga masih segar karena berada di dekat persawahan. Saya ajak juga anak-anak menjelajah setiap los dalam pasar yang kini sudah tertata rapi, mereka tampak senang dan menikmati.  Sekalian nih, bagi saya seakan mengulang kenangan lama. 


          Ya. Saya masih ingat betul waktu kecil dulu paling suka kalau diajak ibu ke pasar tradisional saat hari libur. Berebut tas belanja dan berjalan ke pasar yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Di sepanjang jalan depan pasar sudah begitu ramai oleh pedagang sayuran dan aneka makanan sejak pagi. Saya mengintil saja di dekat ibu yang sibuk memilih sayur serta keperluan lain yang akan dibeli. Pasar yang menjadi salah satu pusat berbagai transaksi terasa begitu kental sekali. Antara penjual dan pembeli bisa langsung berinterkasi. 

        "Kita beli ayam potong dulu, ya," kata ibu sembari menggandeng tangan saya. Saya menyempil di belakang ibu di antara orang-orang yang belanja. Sedikit krodit memang waktu itu. Maklumlah belum tertata seperti sekarang ini. Bau khas pasar juga sangat terasa sekali. 

        Lalu kami menyusuri los penjual bumbu, tempe tahu dan buah segar yang ada di pasar. Tak butuh waktu terlalu lama, rupanya ibu punya beberapa langganan pedagang di sana sehingga tidak banyak terjadi tawar menawar. Paling kalau sudah sepakat harga, ibu menawarnya dengan minta ditambahi saja, semacam ekstra bonus, haha. Strategi ibu ini pernah saya tanyakan alasanya, kata ibu: gapapalah, paling selisihnya tak seberapa. Dan ini sepertinya yang membuat ibu jadi bisa dekat dengan para pedagang pasar.

        Seperti sudah saling kenal kulihat ibu dan para pedagang itu berbincang tentang berbagai hal, tentang dinamika kehidupan, harga barang yang terus menjulang, kelangkaan barang, termasuk menanyakan tentang saya, anak sulungnya yang ikut menemani belanja. Ternyata dia ibu teman sekolah saya juga. 


Aneka Tembikar

        Yang tak pernah lupa ketika ke pasar bersama ibu,  saya sering diajak mampir ke los tembikar untuk membeli mainan. Waktu itu aneka mainan anak perempuan seperti peralatan masak-masak banyak yang terbuat dari tembikar ini. Kerajinan tanah liat semacam anglo, penggorengan, kendi, cobek, piring serta tea set  yang dibakar. Ada juga mainan lain seperti peluit berbentuk burung gereja dan celengan ayam. Banyak pilihan sampai membuat saya bingung.   

        Aneka tembikar yang dijual ini semuanya karya sendiri, dibuat begitu bagus dan menawan. Dulu kerajinan tembikar ini dinamai dengan gerabah, yang dibuat secara tradisional dengan bentuk yang bisa disesuaikan dan dibakar hingga menjadi keras serta memiliki ketahanan terhadap air dan api. Tembikar ini bisa digunakan sebagai tempat penyimpanan dan alat dapur.  Sedangkan mainan dari tembikar yang suka dibelikan ibu ini sengaja dibuat versi mininya. Lucu dan cantik deh penampakannya. Celengan ayam juga berguna memotivasi saya agar gemar menabung, menyimpan uang meski itu recehan. 


Lontong Tahu Langganan

        Di pasar juga ada berbagai makanan khas daerah yang dijual. Salah satunya lontong tahu langganan yang menjadi favorit ketika saya ke pasar. Terletak di los tengah berjajar beberapa pedagang makanan yang sedang menyiapkan pesanan. Langganan ibu waktu itu yang paling pinggir sebelah kanan. 

        "Berapa bungkus, Bu?" tanya penjual lontong tahu yang juga ibu-ibu setengah baya ketika kami datang. Ibu saya menyebutkan pesanannya, lalu kami duduk menunggu bersama pembeli lainnya. Harus sabar karena sajian berbahan lontong dipadu irisan tahu dengan bumbu kacang serta toge ini diracik satu demi satu. Lontong tahu ini memang makanan khas daerah Blora, yang dibungkus dengan daun jati sehingga menambah rasa nikmatnya. 

        Jajanan lain yang suka menjadi buruan saat ke pasar bersama ibu adalah cenil, pertolo, dumbeg dan sawut. Rata-rata dijual oleh ibu-ibu setengah baya, bahkan cenderung tua dan ditata di atas tampah yang digendong dengan bakul besar dan dijajakan di pinggir pasar. Semua enak dan bikin kangen, dengan harga yang relatif murah.

        Kenangan di pasar tradisional seperti ini membuat saya makin menyukai suasana pasar hingga dewasa. Ketika kuliah di Yogya, kadang saya juga menyambangi pasar Beringharjo yang pernah terkenal dengan kuli panggulnya. Dan kini ketika di Jakarta, saya suka mampir ke pasar Lenteng Agung atau Pondok Labu untuk sekedar belanja buah dan sayuran. Hiruk pikuk pasar memberikan semangat yang berbeda, tentang kerja keras dan arti setetes keringat buat nafkah keluarga. Selain itu, di pasar ini saya melihat kebersamaan para pedagang yang saling membantu dan mensupport satu dengan lainnya, serta rasa gotong royong yang terasa nyata. 

        Bagaimana kesan dan pengalaman kalian di pasar tradisional? Saya yakin pasti juga sangat menyenangkan. 


        Salam sehat dan selalu semangat.***NZ

 

 

7 komentar:

  1. Ih sama. Memori masa kecil tiap ke pasar sama ibu, pasti mampir beli mainan, terus pulangnya makan soto ayam di sebelah pasar. Masya Allah nikmat banget haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa, jadi pingin balik ke masa kecil lagi gak si, hihi. Memorable banget😍🙏

      Hapus
  2. Memang paling senang kalau masa kecil diajak ke pasar.
    Sekarang sudah tua, senang banget kalau di sekitar tempat tinggal ada pasar kaget alias pasar dadakan. Saya sering jalan sendiri, sambil mengenang pengalaman masa kecil
    Sungguh bikin kangen semuanya ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa bener Teh, jadi kangen ya. Selain jajanan dan mainan, suasana gotong royong dan kebersamaannya tuh begitu terasa.

      Hapus
  3. Mba, pasar tradisional menyimpan banyak kenangan baik buat ku. Sedari masih kicik suka ngikut ibu atau bapak belanja sampai aku menikah.

    Nah, pas udah nikah paling seneng misal sabtu atau minggu berangkat ke pasar tradisional dekat rumah. Para pedagang nya ramah-ramah dan akrab, serasa ketemu sodara. Belanja pun enjoy dan banyak camilan pasar yang enak-enak. Suka aku tuh belanja di pasar tradisional. Banyak kenangan baik nya.

    BalasHapus
  4. Pasar tradisional selalu memorable terutama ingatan pada orang tua yg sering membawa ke sana waktu kecil, tak hanya buat belanja namun kulineran juga, saya sendiri suka beli majalah bekas di pasar, duh kangen Mba hehe

    BalasHapus
  5. Saya seminggu dua kali pasti ke pasar tradisional untuk belanja perlengkapan dapur mingguan. Pasar tradisional itu memang vibenya beda sih. Bahkan sampai keluar negeri pun saya suka kalau diajak ke pasar tradisional negara tersebut. Senang aja gitu melihat interaksi warga di pasar.

    BalasHapus