Posesif, Cinta atau Petaka ?
By Nur Ida Zuhayanti
Rasa memiliki yang berlebihan
membawa pada perilaku posesif. Meski biasanya mengatas namakan cinta, namun hal
ini akan membuat diri sendiri dan pasangan menjadi tidak nyaman.
Bagaimana rasanya dicintai orang
yang kita cintai? Hm,tentu sangatlah menyenangkan. Sebab saling mencintai
merupakan kunci kebahagiaan hubungan antar pasangan. Tapi bagaimana bila orang
yang mencintai itu kemudian menguasai dan mengekang. Begitupun sebaliknya,
cinta yang mendalam justru membuat kita takut kehilangan sehingga selalu cemas
akan ditinggalkan dan cenderung posesif ?. Wah, pasti kondisi ini akan menjadi
petaka atau rasa tidak nyaman. Imelda misalnya, terpaksa harus membuang cita-citanya untuk
mengambil S2 di Belanda karena Johan, kekasihnya tidak ingin bila ia jauh
darinya. Sementara Sinta seringkali sewot dan uring-uringan disaat Ilham harus
mengikuti rapat direksi ke luar kota . Baru setengah jam sampai di ruangan,
sudah lebih dari tiga kali ia menelepon dan menanyakan keberadaanya. Di situ
bersama siapa, dan hal-hal lain yang tidak perlu, yang lama-lama membuat
jengkel juga.
Sikap posesif memang dapat dialami
oleh siapa pun juga. Menurut Dra. Mayke Tedjasaputra, MSi, kecenderungan
perilaku ini lebih banyak dilakukan oleh pria, karena dilihat dari sisi budaya
di Indonesia , kaum pria lebih memiliki kesempatan dan peran yang dominan untuk
menguasai perempuan. “Tapi perempuan juga dapat menjadi posesif terhadap anak,
sahabat dan pasangannya. Walaupun pada akhirnya semua itu akan menyiksa diri
sendiri,” terang psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia
ini, ketika saya temui di kantornya.
Mengapa Menjadi Posesif ?
Istilah posesif sebenarnya
berasal dari kata possess yang berarti memiliki. Possessive
sendiri bermakna suka menguasai barang miliknya. Jadi perilaku posesif
lebih mengarah pada keinginan seseorang untuk selalu menguasai sesuatu yang
dirasa telah menjadi miliknya. Entah itu anak, sahabat serta pasangannya.
Karena merasa memiliki, maka ia cenderung memproteksi secara berlebihan, bahkan
terhadap apapun yang dilakukan oleh orang yang dicintai tanpa alasan yang masuk
akal. Terhadap pasangan, ia menginginkan berlaku seperti apa yang dimauinya. Termasuk
membuat larangan dan keharusan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
karena takut untuk berpisah. Bila tidak mau mengikuti dan melanggar larangan,
maka ia akan marah dan kecewa besar.
Banyak hal yang menjadi latar
belakang seseorang berperilaku seperti ini. Diantaranya karena diyakini bahwa
cinta itu memiliki, maka harus ada yang mau berkorban meski dengan terpaksa
sekalipun. Semua ini bisa terjadi karena ada kekosongan dalam dirinya, yang
dirasa hanya ditemui pada pasangan sehingga membuat ketergantungan dan tidak
mau ditinggalkan. Akhirnya ia menjadi teramat egois tanpa memperhatikan
kebutuhan dari pasangan.
Selanjutnya karena tidak adanya
kepercayaan, hingga menyebabkan sikap yang penuh curiga, khawatir dan waspada
secara berlebihan. Seperti dengan melarang pasangan untuk meneruskan berkarir
dan menjalankan aktivitas sesuai hobinya karena takut akan bertemu banyak orang
lalu pindah ke lain hati dan memutuskan hubungan. Serta
kemungkinan-kemungkinan lainnya yang belum tentu akan terjadi.
Yang lain bisa karena trauma dari
pengalaman masa lalu, atau kejadian yang telah lama dialami oleh keluarganya.
Misalnya bila di dalam lingkungan keluarga si Ayah berperilaku posesif terhadap
ibu, dan sebaliknya, maka tanpa disadari kondisi ini akan membawa sikap dan
perilaku yang sama terhadap pasangannya.
Ketika
Kecemasan Memuncak
Seseorang yang berperilaku posesif
biasanya tidak menyadari akan sikapnya yang telah mengekang dan membatasi
hingga merugikan orang lain. Bila ada yang menegur, maka dia tidak akan peduli.
Karena di dalam pikirannya, semua yang dilakukan merupakan manifestasi dari
rasa tanggung jawab untuk menjaga dan melindungi miliknya.
Mengenai hal ini, menurut Mayke bila
perilaku masih dalam taraf yang wajar, barangkali belum perlu dikhawatirkan.
Tapi bila sudah mencapai tahap kecemasan yang berkepanjangan dan disertai
reaksi panik dan gamang hingga mengganggu bahkan menjadi beban pikiran, maka
sebaiknya dilakukan psikoterapi oleh seorang psikolog. Antara lain dengan cognitive
behavior therapy untuk dapat merubah kepercayaan serta pola pikirnya.
“Masalah seperti ini sebenarnya
terletak pada kepercayaan dan pola pikir seseorang,” jelas psikolog yang hobi traveling
dan jalan-jalan pagi ini. Selain itu, bila prilaku posesif disebabkan oleh
trauma, dapat dilakukan hypnotheraphy agar tidak menjadi satu gangguan
kepribadian.
Ya. Posesif tentu akan berdampak
tidak baik bagi diri sendiri maupun orang lain yang terlibat. Rasa curiga dan
cemas yang berlebihan pasti akan membuat pikiran menjadi capek hingga dapat
menimbulkan ekses lain yang merugikan kesehatan. Bagi pasangan,
pengekangan kebebasan itu akan membuatnya tidak berkembang dan merasa
tertekan hingga perlu mengkaji ulang untuk meneruskan hubungan.
Persepsi
Cinta Yang Salah
Tak dapat dipungkiri bahwa timbulnya
kecenderungan perilaku ini seringkali mengatas namakan cinta. Karena terlalu
mencintai, maka ia dapat melakukan apapun sesuai keinginannya dengan tujuan
untuk menunjukkan kasih sayang. Padahal tidak. Pola pikir yang seperti ini
harus dirubah. Ungkapan : Saya melakukannya karena cinta sama dia, sebenarnya hanyalah
ilusi dari perasaan saja. Mayke menambahkan, kalau semua itu merupakan persepsi
cinta yang salah.
Bahwa cinta adalah rasa kasih sayang
yang mendalam, maka ia tidak akan membelenggu dan mengekang. Saling mengisi dan
memberi, serta memahami bila setiap manusia memiliki latar belakang yang
berbeda. Dia juga punya sifat, pemikiran, perasaan dan keinginan serta harapan
yang mungkin tidak sama dengan kebutuhan dan keinginan kita. Sebab pada
dasarnya, manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pengembangan diri
dan relationship dengan orang lain.
Dengan demikian, kita akan dapat merasakan cinta sebagai satu anugrah yang
membahagiakan.***NZ
Tips Menghindari Prilaku Posesif.
-
Mencoba berbesar hati dengan membuka
pikiran bahwa tidakan posesif akan menghalangi orang lain atau pasangan
-
Bersikap untuk tidak egois dengan
alasan apapun.
-
Membuka diri bahwa tidakan posesif
akan berdampak buruk terhadap orang lain dan diri sendiri seperti peluang
ketidak jujuran dan benar-benar ditinggalkan.
-
Mencoba membuka komunikasi dengan
pasangan agar tidak muncul kekhawatiran yang berlebihan.
-
Positive thinking terhadap keputusan yang dilakukan oleh pasangan.***
Bila Pasangan Anda Posesif
-
Berterus terang terhadap tindakannya
dan memberitahukan hal yang membuat Anda tidak nyaman
-
Sekali-sekali ajaklah pasangan
melihat langsung kegiatan Anda agar memberikan rasa percaya dan saling
mendukung.
-
Tunjukkan bahwa Anda tidak seperti
yang selama ini terlalu dikhawatirkan.
-
Jangan mencoba berbuat
kebohongan. ***
Foto-foto: Istimewa