Tak perlu berkecil hati ketika merasa kurang di satu sisi. Bahwa kehidupan ini saling melengkapi. Menghargai potensi akan lebih bijak dalam menentukan nilai diri.
By Nur Ida Zed
Foto: Pinterest
Salah
satu alasan kenapa saya ingin menjadi jurnalis waktu itu supaya bisa bertemu
dengan para tokoh, orang-orang hebat dan sukses, termasuk public figure dan semacamnya. Mereka yang seringkali diliput media
masa dengan pencapaian dan prestasinya, para tokoh yang sukses karena kerja
kerasnya, pejabat yang handal mengatur negara, politikus yang berani
memperjuangkan visi misinya, selebriti dengan segala hal yang terlihat
sempurna, bahkan yang terkesan glamour
tanpa ada cacat cela.
Tak sedikit yang seolah hanya pamer
harta, viral saat membeli rumah mewah dengan harga milyaran rupiah, berburu
mobil baru dengan tehnologi terbaru bernilai fantastis, koleksi perhiasan super
mahal penunjang penampilan dan prestise,
tas branded, sepatu bermerk dan semua yang menunjukkan kekayaan
duniawi meski sebenarnya sudah berkecukupan. Entah mungkin sebagai wujud
pencapaian hidupnya, atau bertujuan memotivasi dan menginspirasi yang lainnya
dengan menghadirkan segala rupa bentuk harta, benilai materi dan limpahan uang
sebagai kepuasan hidup yang dimiliki. Dan ya, karena semua itu seringkali dipertontonkan,
dibahas dan diexspose, akhirnya
menjadi konsumsi publik yang mau tak mau jadi membandingkan dan berdecak kagum,
sehingga kadang yang lain berasa tak ada
artinya.
Ini menarik menurut saya, apalagi bila
digali dari perspektif yang berbeda. Karenanya di saat bisa bertemu langsung
untuk wawancara, ngobrol dan berbincang tentang berbagai tema, saya biasa
mengulik banyak hal yang kemudian akan mengambil sisi positifnya. Seperti
mengenai cara pandang, pola pikir, budaya, sikap dan hal lain yang tak hanya
ditemui di televisi dan media, karena tentu bagi setiap orang bisa saja berbeda.
Tidak Semua Sama
Lalu dengan berjalannya waktu, sepanjang
ini saya sudah banyak bertemu para tokoh dan public figure yang kemudian menjadi narasumber untuk tulisan saya
di media. Tak sedikit yang berkesan dan memberi plus value bila dikulik
latar belakangnya sehingga akan menambah energi positif bagi diri saya. Seperti
ketika waktu itu harus mewawancarai Triawan Munaf, yang kini menjabat sebagai
Komisaris Utama PT. Garuda Indonesia Tbk. untuk rubrik Profil di Majalah
Hongshui Living Harmony. Saat itu beliau
sebagai tokoh periklanan yang handal dengan kreativitas dan strateginya di
AdWork, sebelum menjabat sebagai Badan Ekonomi dan Kreatif (Bekraf) RI di awal
pemerintahan Bapak Jokowi.
Awalnya saya menghubungi beliau dan
janjian bertemu di salah satu book store di bilangan Pondok Indah, Jakarta. Sedikit
grogi karena akan wawancara tokoh yang juga ayah seorang artis Sherina Munaf
yang kala itu sedang naik daun. Menata diri dan datang tepat waktu dari schedule yang disepakati, ternyata
beliau sudah menunggu sembari membaca di sebuah kursi cafenya dengan senyum khas yang
ramah dan bersahabat. “Mbak Nunung ya?” tanyanya waktu itu, dan saya
mengangguk. Dalam hati saya kagum karena ternyata beliau seorang yang bersahaja
dan hangat. Sepanjang wawancara begitu humble
dan rendah hati, tak ada kesan sombong sama
sekali dan terasa menghargai profesi sehingga tak berjarak untuk berbincang meski
baru bertemu pertama kali.
“Kalau ada data yang kurang kasih tau
aja ya, nanti dikirim” begitu katanya sebelum mengakhiri wawancara. Lalu saya
terima email apa-apa yang perlu untuk melengkapi tulisan. Ya. Kemudian saat
kami mengundang pada sebuah acara, beliau juga menyempatkan waktu untuk
menghadirinya. Inilah contoh tokoh yang mampu jadi panutan dan selalu
memberikan positive vibes, pikir saya.
Begitu juga Adrie Subono, sang promotor
yang harus saya wawancara untuk liputan Rubrik Griya sekaligus Profilnya.
Beliau terkesan antusias dan akrab saat kami, saya dan fotografer datang berkunjung
untuk ngobrol dan ‘mengganggu’ waktunya yang padat. Pengusaha yang terlihat ‘sangar’
itu ternyata baik hati, peduli dan juga humble.
Di sela wawancara bahkan sempat cerita tentang perjuangan di masa muda, soal kekerasan hati serta semangat pantang menyerah agar bisa menghargai
proses menuju tahapan kesuksesan masa depannya.
Begitulah, cerita lain saat di majalah
Herworld Indonesia dan bertanggung jawab terhadap rubrik Home Living, ketika
harus meliput rumah penyanyi lawas yang kini terjun ke dunia politik, Iis Sugianto.
Mulanya saya merasa agak jengah karena begitu sulit menghubungi artis satu ini.
Di WhatsApp berhari-hari seolah tak direspon. Saat membalas dan hendak ditelpon
balik untuk memastikan kesediaan malah
tak mau menjawab, sampai kami kembali rapat ingin mengganti narasumber.
Kemudian, tiba-tiba bersedia dan meminta
maaf karena sedang menyiapkan kelengkapan interior bahkan mengecat rumah yang
akan difoto agar lebih nyaman sehingga harus menunggu waktu sedikit lama.
“Ini baru aku ganti warna sedikit soft,” kata penyanyi melankolis yang
kini juga youtuber mengenai rumahnya bergaya Classic Mediterania di kawasan
Pondok Indah waktu itu. Rupanya setelah bertemu, dia ternyata sosok yang baik banget, ramah dan
rendah hati pula, tak seperti perkiraan sebelumnya. Kami bahkan panjang
berbincang seolah telah bertemu lama.
Ya. Saya percaya, setiap orang memang memiliki
perbedaan sikap dan pandangan saat berhubungan serta menghargai profesi orang
lain. Namun ketika yakin dengan potensi yang ada, maka tak perlu lagi merasa
lebih rendah dari yang lainnya. Seperti narasumber yang seringkali saya temui,
semakin “matang dan berisi” akan semakin rendah hati. Meski semua itu tentu tergantung
dari cara kita bersikap dan bertutur kata sebagai cerminan siapa diri kita yang
sebenarnya.
Terima Potensi Yang Ada
Setiap manusia pasti memiliki potensi
diri yang dapat dikembangkan untuk menambah rasa percaya diri. Terima ini sebagai
wujud rasa syukur kepadaNya, karena Allah SWT telah menciptakan setiap manusia
sesuai dengan porsinya. Jangan selalu melihat ke atas jika ingin bijak dan
tidak merasa lebih kecil bahkan tak
berdaya. Sebaiknya seimbangkan pandangan dengan melihat ke bawah juga kepada
mereka yang lebih kekurangan dari kita agar selalu mewujudkan rasa syukur
dengan semua potensi yang ada.
Memang penting untuk memotivasi diri
agar bisa lebih berdaya dan berprestasi sangat tinggi, namun lebih penting
mensyukuri dan memaksimalkan apa yang ada agar hati dan jiwa selalu tentram dan
bahagia. Bahwa kunci hidup ini salah satunya berserah pada setiap kehendakNya. Tak perlu berkecil hati, apalagi merasa rendah diri. Kita hadir di dunia ini salah satunya untuk saling melengkapi.
Salam sehat dan selalu semangat..!***NZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar