Meski masih pandemi,
anak sekolah juga ingin membuat kenangan manis bareng teman seangkatan sebelum
kelulusan. Selama belajar online di rumah saja, mereka menyiapkan foto-foto
dengan beragam ekspresi dalam berbagai tema, termasuk Puan, putri saya.
By Nur Ida Zed
Saya sih sepakat bila selembar foto
bisa menyimpan banyak kisah. Saat membaca sebuah artikel atau berita,
kelengkapan foto akan dapat menjelaskan peristiwa serta mengungkapkan paparan
yang disampaikan. Dalam pigura yang dipajang di ruang tamu atau ruang keluarga pun,
foto dapat menggambarkan identitas sebuah keluaga, bahkan mengingatkan pada suasana,
situasi dan kondisi saat itu. Foto menjadi rekaman yang dapat mengungkap apapun
di baliknya, dan orang-orang yang ada di dalamnya.
Pada album foto biasanya saya meletakkan jejeran peristiwa
yang berkaitan, sehingga saat dinikmati membuat kita merasa kembali masuk dalam
suasananya, entah itu kebahagiaan, keceriaan atau sebaliknya. Saat wisuda dan
masih lajang, juga pernikahan misalnya, saya menyimpannya dalam album
tersendiri, begitu juga ketika anak-anak lahir, tumbuh dan besar, serta
momen-momen penting dan berkesan semacam wisata, ulang tahun, hari raya, mudik, jalan-jalan,
kejuaraan dan semua hal yang dapat direkam dalam kamera. Kesenangan, kesedihan
dan kebahagiaan saat itu akan melekat dan terlihat pada ekspresi raut muka,
mimik wajah, senyuman, dan gestur tubuh yang diabadikan di sana.
Kalau dulu saat kamera masih analog
dengan menggunakan negative film,
proses untuk menjadi selembar foto sangatlah panjang. Tapi di era digital
sekarang, foto dapat dilakukan oleh siapapun dengan mudah karena selain kamera
digital, di smartphone sekalipun ada
banyak fitur yang ditawarkan untuk mendokumentasikan sebuah momen menjadi
kenangan.
BTS Saat Pandemi
Lalu, ketika Puan putri saya sudah duduk
di kelas tiga, rasanya perlu memiliki kenangan yang bisa diabadikan di
sekolahnya. Awalnya sih semua orang tua
siswa satu angkatan sepakat keberadaan BTS alias Buku Tahunan Sekolah bisa
melengkapi kenangan anak-anak selama belajar di sekolah sepanjang tiga tahun
ini. Kebersamaan mereka hingga menginjak usia remaja tentu tak akan dapat
diulang lagi. Dan ya, selama menjadi siswa di SMP Negeri 41, Jakarta Selatan
sejak tahun 2018 hingga 2021 ini mereka pasti memiliki cerita yang seru untuk
dijadikan dokumentasi dalam memori hingga usia tua nanti. Bersama para guru,
wali kelas, teman-teman, manajemen sekolah serta lingkungan dan kegiatan yang
menjadi bagian dari proses belajarnya selama ini.
Sebelumnya kami orang tua, terutama
panitia menginginkan foto yang bagus dengan menggunakan pemotretan profesional
bareng vendor yang dilakukan di beberapa lokasi sesuai tema masing-masing
kelas. Lalu menyiapkan properti yang mendukung, lengkap dengan stylish agar hasilnya sempurna. Tapi
saat dinyatakan pandemi dan anak sekolah tak diijinkan tatap muka, bahkan untuk
berkegiatan dan melakukan aktivitas yang menimbulkan kerumunan, maka teknik
pemotretan dirubah. Foto kelas dibuat
masing-masing dengan mengacu guidener
dari vendor.
Tak apa, dengan berbagai cara akhirnya
sudah siap dan menjadi sebentuk cerita yang dikemas pada sebuah buku besar eksklusif dari foto-foto yang ditata. Ada yang kebagian tema Mafia, Noir, Summer, Picnic, Cottagecore,
Retro serta Monokrom yang
disatukan dalam alur keceriaan khas remaja di tengah pembelajaran jarak jauh, karena
akhir dari mereka lulus dan meninggalkan masa sekolah menengah pertama dilalui
saat masa pandemi. Dan semua dituang dalam rangkaian gambar, paduan foto-foto
yang dapat bercerita dengan kenangan ini.
Foto Yang Menyimpan Harapan
Pada foto memang kita bisa bertanya
tentang banyak hal dan mendapatkan jawabannya. Tapi lebih dari itu, rangkaian
foto juga dapat membuka beragam memori dalam hati dan pikiran, bahkan menyimpan
harapan.
Pernah dengar kan cerita seseorang
yang telah lama berpisah dan akhirnya bertemu karena sebuah foto? Dan ini tak
hanya fiksi. Suatu ketika saya mendapatkan album foto lama yang disimpan di
lemari pajang, tanpa sengaja menemukan berkas foto-foto bapak ibu yang mulai
memudar dan teman-teman mereka sewaktu masih muda. Ketika bertanya, bahkan almarhum
bapak waktu itu bisa bercerita panjang lebar mengenai siapa saja yang ada di
foto itu, lengkap dengan aneka kisah saat masih sekolah dulu hingga membuat
beliau semangat karena hanya sedikit temannya yang tersisa. Di saat kami
berduka, seseorang yang datang di antara tamu mengenalkan sebagai anak dari
sahabat bapak yang hanya kami kenal lewat fotonya. Kemudian kembali tersambung
tali silaturrahmi.
Ya, dalam foto bisa mencerminkan
suasana hati dari sorot mata dan senyuman yang diungkapkan. Di buku tahunan
sekolah ini, keceriaan dan kepolosan mereka kelak akan menjadi saksi dari sebuah
kesuksesan dan keberhasilan di masa mendatang. Ekspresi yang ditunjukkan dapat
menjadi motivasi untuk proses menuju cita-citanya pada sepuluh, dua puluh, tiga puluh tahun
ke depan, saat mereka berjuang dan meraih keinginan sebagai tujuan hidupnya.
Tetap mengingat pada almamater yang pernah membesarkan namanya, juga kepedulian
terhadap guru-guru yang telah mengajar, memberi ilmu dan mendidik serta nama baik yang harus
dijaga selamanya.
Sebenarnya
foto adalah ungkapan citra diri yang menyiratkan pribadi dan mengemukakan siapa
kita ini. Saat senyum tulus yang merekah
menghiasi wajah mampu memberikan kesejukan, janganlah sirna karena usia dan beban
kehidupan yang menekan. Karena itu saat menyimpan, bahkan mengupload ke media
sosial seharusnya setiap foto dapat dipertanggung jawabkan.
Bagaimana menurut kalian?
Salam sehat dan selalu semangat.***NZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar