Tak ada yang kurang dalam hidup
kita di saat mau mensyukurinya. Porsi rezeki dibagi sesuai dengan kebutuhannya.
By Nur Ida Zed
Foto: Pinterest
Acapkali kita melihat rumput tetangga lebih hijau daripada di rumah
sendiri. Semua yang tampak oleh mata membuat kita selalu kurang dengan
membandingkan milik orang lain. Apalagi ketika sedang mengalami ujian hidup
seperti musibah yang terjadi. Apa yang sudah kita miliki seolah tak berasa dan
lebih terfokus pada penderitaan saja. Seperti ketika lagi pandemi saat ini,
beberapa teman saya ada yang curhat berkurang rezekinya.
“Ya iyalah. Kan sekarang
gak bisa kemana-mana, semua dibatasi,” kata mereka.
Ah, padahal PNS juga
setahu saya gaji gak mungkin dikurangi, kan, haha. Kalau karyawan swasta atau pengusaha, penghasilan berkurang mungkin bisa saja ya.
Tapi saya rasa rezeki tidak sekadar soal uang atau materi, apalagi diukur dari
gaji dan penghasilan semata. Bila kita bijak memaknainya, kesulitan di masa pandemi
ini justru menjadikan peluang bisnis bagi yang pandai memanfaatkannya. Contohnya
enterprenuer online yang kian
menjamur, munculnya creator digital
baru, dan sebagainya. Lagi pula, rezeki sudah diatur sesuai dengan porsinya. Banyak
di rumah bukan berarti berkurang, tapi bisa berkumpul lebih lama bareng
keluarga jadi punya kesempatan lebih mengerti satu dengan lainnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rezeki adalah segala
sesuatu pemberian Tuhan yang dipakai untuk memelihara kehidupan. Jadi,
sebenarnya tidak sekedar materi, tapi juga
immateri ya. Nah, yang terakhir ini yang seringkali tak
pernah disadari.
Kesehatan itu Rezeki
Setiap pagi dapat menikmati indahnya hari, itu adalah rezeki. Tuhan
memberi kita waktu dan kesempatan untuk mensyukuri apa yang telah diberikanNya
dengan keadaan sehat dan bahagia, tak kurang suatu apa. Subhanallah. Itulah
bentuk rezeki yang diberikan untuk kita. Coba bayangkan jika punya banyak
materi tapi sakit-sakitan, tentu rasanya
tidak menyenangkan karena tak bisa menikmatinya. Ya, menurut H.R Bukhari, dua
nikmat rezeki yang sering dilupakan orang adalah kesehatan dan kesempatan.
Ketika kita diberi kesempatan untuk mendampingi anak-anak yang cerdas
dan berbakti, merupakan rezeki yang patut disyukuri. Tidak semua orang
mendapatkan itu, karena anak juga bisa menjadi ujian buat orang tuanya. Begitupun
ketika diberi kesempatan untuk menimba ilmu, maka syukuri dan lanjutkan
amanahnya. Bisa jadi semua orang tidak mendapatkan ini meski punya banyak
materi. Juga teman yang baik, bisa dipercaya, saling support dan mengerti itupun termasuk rezeki. Saya sendiri percaya
semua rezeki, apapun itu yang ditakar untuk kita haruslah disyukuri, agar terus
ditambah dan ditambah lagi.
Tak ada waktu untuk merasa iri serta membandingkan apa yang kita miliki dengan orang lain, sebab beda kepala tentu beda porsi rezekinya. Semua sudah diatur dan dijamin oleh Yang Maha Kuasa. Kita hanya focus dengan apa yang diperintahkan saja, yakni ikhtiar dan usaha.
Cara Pandang dan Berbagi
Sebagai manusia biasa memang wajar bila melihat orang lain dari segi
materi. Yang tampak oleh mata hanya rumah bagus, mobil mewah, deposito melimpah
dan jabatan yang serba wah. Orang terpandang adalah dia yang bisa menunjukkan
gigi dengan materi. Itulah yang membuat
sebagian merasa besar dan bisa mengecilkan yang lain. Padahal sebenarnya hanya
tergantung cara pandang masing-masing.
Orang berilmu lebih dihargai karena keahliannya, bukan materinya. Di
banyak tempat, orang yang dituakan dan berpengaruh adalah mereka yang berilmu. Memiliki
wawasan yang cukup untuk memahami kehidupan secara bijaksana. Tapi bila kita diberi
kelebihan salah satu, atau bahkan keduanya,
maka berbagilah agar mendapatkan berkahnya.
So, tak perlu mengeluh atau iri mengenai rezeki. Bahwa Allah akan
memberikan apa yang kita butuhkan, bukan sekedar yang kita inginkan. Percayalah, rezeki itu tidak akan pernah
tertukar.***NZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar