Saling melengkapi menjadi kunci
saat melakukan kerjasama bareng generasi ini. Semua bisa lancar apabila kita mengetahui triknya.
By Nur Ida Zed
“Anterin mama beli matras yoga yuk, Mas,”
“Bentar. Lagi naggung, nih.” Lalu,
“Mama mau yang mana ? Ini, ini, atau yang ini aja...” kata sulungku
sembari menunjukkan aplikasi belanja online di gadged-nya. Akhirnya aku milih juga. Dan alhamdulillah, pesanan datang
tepat pada waktunya, sesuai keinginan dan tanpa kendala. Begitulah. Seringkali
kalau ngobrol sama jagoanku ini berasa dicuekin aja. Dipanggilpun seolah gak
denger karena earphone ada di
telinga. Baru nyaut kalau di WA- Whats App. Karena itu kami sekeluarga bikin WAG my family, supaya bisa saling tegur
sapa.
Ya. Bisa dibilang kedua anakku terlahir sebagai generasi Z, di mana lahir
langsung kenal dengan internet. Tak lagi harus diajari memakai perangkat
tehnologi karena sudah otomatis update
tanpa menunggu lagi. Dunia maya sudah menjadi bagian dari hidupnya. Inilah yang
membuat generasi sebelumnya, seperti saya harus beradaptasi dengan pola pikir, perilaku
dan karakternya sebagai generasi yang hiper
kognitif, yang lebih nyaman mengumpulkan referensi silang dari banyak
sumber informasi dan mengintegrasikan pengalaman virtual dengan kehidupan
nyata.
Gak salah sih sebenarnya, karena kemajuan jaman dan tehnologi membuat
semua bisa diakses hanya lewat ujung
jari. Tinggal klik, apapun yang diinginkan bisa dipenuhi tanpa melalui proses
panjang lagi. Segala aplikasi, informasi, belajar mandiri, hiburan, layanan,
bahkan kencan, kerjaan dan pergaulan tersedia di banyak laman. Sehingga generasi ini lebih menyukai hal-hal
yang simpel, praktis dan instan.
Ambil Positifnya
Generasi Z, yang kerap disebut sebagai Gen Z atau Gen Net, Gen Tech serta i-Generation alias digital natives ini biasanya memiliki rasa percaya diri tinggi dan
menyukai hal yang detail. Berkeinginan besar untuk mencapai kesuksesan dan
menyukai kebebasan, baik dalam
berpendapat, berekspresi, berkreasi dan bereksplorasi.
Lahir di tengah dunia modern yang serba digital, membuat generasi ini lebih mahir dalam mengakses tekhnologi dan tidak gaptek sehingga banyak yang faham
cara meraih keuntungan lewat internet. Tak heran jika sebagian bisa mandiri secara finansial dengan
menjadi selebgram, selebtwit, vloger, influencer, youtuber dan semacamnya hanya dengan mengunggah foto dan video di media sosialnya.
Memang sih, generasi ini
cenderung terkesan susah diatur. Mereka tidak suka diperintah tanpa penjelasan
yang logis, termasuk aturan yang menurutnya tidak masuk akal. Sisi baiknya
mampu menunjukkan sikap optimis dalam menghadapi banyak hal, cepat move on ketika mengalami kegagalan dan
lebih bisa memandang segala sesuatu dari sisi positif.
Generasi yang lebih pragmatis dan analitis ini cenderung toleran dan
bisa menghargai perbedaan. Tidak menyukai perdebatan berkepanjangan karena
percaya setiap permasalahan pasti memiliki solusi yang menyenangkan.
Berikan Pengakuan
Saya sendiri tidak masalah ketika
harus bekerjasama dengan generasi multitasking ini. Meski kadang kurang fokus karena selalu berinovasi dengan pembaharuan
terus menerus, namun pada dasarnya mereka ingin mendapat pengakuan atas kerja
keras dan usaha yang telah dilakukan. Sesekali memberi pujian dan penghargaan tak
ada salahnya. Apalagi ketika mau membagi
ilmu dan menorehkan prestasi.
Sebagai generasi sebelumnya, ada baiknya selalu memberi motivasi dan
mengingatkan agar tidak melupakan interaksi sosial yang sebenarnya. Sebab dunia
nyata akan terus tumbuh dan berkembang dengan kehidupan yang berjalan seiring dan seimbang.
Cobalah menjadi rule model yang
baik dan berakhlak mulia untuk saling melengkapi. Juga kompak dengan generasi ini dalam komunitas yang cenderung memiliki pola pikir realistis.
Begitulah. Mari terbuka
dengan Generasi Z yang
kini mulai merambah pada dunia kerja yang nyata. ***NZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar