Sejak kecil saya sudah akrab dengan kata toleransi. Rasa saling
menghargai yang menjadi kunci harmonisasi negeri ini.
By Nur Ida Zed
Apa sih toleransi ? Sikap saling
menghormati dan menghargai ketika ada perbedaan di antara kelompok masyarakat untuk
menghindari terjadinya diskriminasi. Bentuk toleransi ini bermacam-macam,
antara lain menghargai pendapat orang lain yang memiliki cara pandang berbeda, menghormati
pilihan orang lain yang kebetulan tidak sama, serta saling tolong menolong sesama
manusia tanpa memandang perbedaan yang ada seperti ras, suku, bahkan golongan
dan agama.
Untuk saya rasa toleransi ini
sudah ditanamkan sejak kecil. Kebetulan kami tinggal di daerah yang
masyarakatnya heterogen. Selain penduduk asli daerah, tetangga kecil saya juga banyak
orang Tionghua, sehingga mempunyai latar belakang budaya dan agama yang
berbeda, tapi tetap enjoy saja saat
bermain dan beraktivitas bersama. Saya masih ingat ketika kecil punya teman
bernama Shin Hwa, pindahan dari luar kota dan tinggal di rumah Omanya, tetangga
yang tak jauh dari rumah saya. Karena satu sekolah, kami biasa bermain dan belajar
bersama, saling bantu jika ada tugas dari guru sekolah seperti prakarya atau PR
alias pekerjaan rumah maupun kerja kelompok. Saat belajar atau bermain
bersamapun, ketika tiba waktunya sholat seringkali dia mengingatkan saya untuk
beribadah lebih dulu sementara dia menunggu di rumah saya.
Tak hanya itu, karena Bapak termasuk
orang yang “dituakan” di lingkungan saya, seringkali kami mendapatkan hantaran
ucapan selamat Idul Fitri dari para tetangga non muslim ketika Hari Raya Lebaran
tiba. Kata Bapak sih gak apa-apa, ini sebagai salah satu wujud memaknai rasa
toleransi antar umat beragama yang ada di lingkungan masyarakat di daerah
saya. Untuk toleransi antar umat beragama
ini hendaknya sebatas muamalah bersilaturahmi dengan tidak menyinggung
akidahnya, seperti mengikuti ibadah dan keyakinannya. Karena yang ini tentu saja
berlaku “lakum diinukum waliyadiin”,
bagimu agamamu dan bagiku agamaku.
Pelajaran tentang toleransi ini
saya terapkan juga ketika bekerja di Jakarta, termasuk saat di Majalah Hongshui
Living Harmony, Global Media waktu itu. Kami mempunyai ekspert editor ahli
hongshui seorang Biksu bernama Dutavirya atau biasa disapa Suhu Benny yang
beragama Buddha. Sesekali saat mengunjungi kantor, kami tidak merasa asing
dengan penampilan serta pakaian khas seorang biksu, yang di mata kami terlihat sama seperti kemeja, cardigan,
t-shirt, rompi, jas atau jilbab untuk
menunjang fashion style-nya. Begitupun
dengan pilihannya sebagai vegetarian yang hanya mengkonsumsi sayur dan buah
saja, tanpa telur serta daging untuk menu makanannya. Sehingga ketika ada acara
makan bersama, selalu disiapkan menu vegan supaya semua bisa menikmati hidangan
dengan suasana kebersamaan, sama seperti ketika kami yang muslim mengharamkan
daging babi dan khamr.
Toleransi Masalah Selera
Dalam toleransi tak hanya sebatas
antar umat beragama saja ya, ketika kita memiliki pemikiran yang berbeda
terhadap satu hal, misalnya, rasa toleransi ini juga diperlukan untuk menjaga
harmonisasi hubungan antar personal. Seperti dalam sebuah rapat, seringkali kita
punya cara pandang terhadap sesuatu yang berbeda dengan teman lainnya. Namun sikap
menghargai pendapat orang lain itu merupakan wujud rasa toleransi yang
dibutuhkan agar mendapatkan kesimpulan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Berbeda
sudut pandang justru akan mempertajam wacana dan memperkaya wawasan kita.
Toleransi tak harus seragam, tapi
bagaimana bersikap yang baik untuk menghadapi perbedaan dalam keberagaman. Di
dalam keluarga kecil saya, toleransi
yang dalam bahasa Jawa disebut tepo
seliro seringkali terasa dalam
kehidupan sehari-hari. Ketika saya dan Puan, putri saya asyik menikmati tayangan
K-pop dan serial Drama Korea kesayangan
di Channel K+, maka kakaknya tidak
lalu merebut remote tivi atau mencela
drakor favorit yang sedang kami tonton, apalagi berusaha mengganti dengan channel
FOX Sport atau Disney kesukaannya. Begitu juga sebaliknya. Karena bila itu
dilakukan, tentu kami akan marah dan merasa kesal. Ya. Harmonisasi, kedamaian
dan kenyamanan dalam keluarga menjadi prioritas utama meski berbeda selera dan
cara pandang.
Lalu, ketika ada beragam
perbedaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bagaimana menumbuhkan sikap
toleransi atau tenggang rasa ? Mari saling menghargai dan menghormati apa yang
menjadi cara pandang, pendapat, pemikiran bahkan keyakinan orang lain sesuai
dengan porsinya agar tercipta keharmonisan negeri ini. Berbeda itu biasa, tapi
tetaplah bersama dalam membangun negeri tanpa diskriminasi, dan perpecahan di
dalamnya.
Salam sehat dan selalu
semangaatt..! ***NZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar