Apa yang ada di benakmu saat orang berpikir kritis? Jangan dibawa perasaan dulu ya, memang perlu untuk kritis di saat situasi krisis supaya dapat menerima informasi secara logis.
By Nur Ida Zed
Ketika pertama
kali mendengar issue tentang virus
Corona yang mulai merambah ke Indonesia saat itu, tak pelak membuat kita semua semakin
khawatir saja. Banyak sekali berita yang beredar di platform media memaparkan
keganasan yang mengerikan tentang Covid-19. Yang pada kenyataannya, sampai
sepanjang ini, habis juga tujuh purnama kita masih terkena dampaknya sehingga
harus tetap waspada. Ya, siapa yang menyangka kondisi ini benar-benar terjadi
dan tak sekadar mimpi.
Hampir setiap
hari kita mendengar pasien terpapar, pasien dalam pengawasan hingga orang tanpa
gejala dan korban meninggal yang semakin hari kian bertambah saja. Seperti tak
percaya, tapi ini benar-benar nyata. Semua media masa meng-update situasi pandemi ini dari berbagai angle dengan narasi yang mau tak mau kita konsumsi setiap hari. Dan
ini memaksa kita untuk dapat menyaring informasi mana yang bermanfaat, perlu dicerna, dipahami
dan mana yang tidak.
Suatu hari ketika
muncul informasi tentang adanya penyintas Covid yang pertama, satu keluarga
dari Depok, Jawa Barat yang ditemukan terindikasi reaktif virus ini, hampir
semua media mewawancarainya, ingin mengorek informasi tentang kejadian yang sebenarnya,
baik yang berkaitan dengan cerita bagaimana bisa terjadi keluarga ini terkena
corona, traffic link orang-orang yang
belum lama ditemuinya, sampai kepada masalah yang menyangkut kehidupan
pribadinya. Semua disajikan dengan tujuan memberi informasi kepada masyarakat
tanpa memikirkan privasi bagi nara sumbernya. Seringkali agar menarik untuk
dibaca, narasi serta tagline maupun head line dibuat sedemikian rupa supaya
mengundang keinginan kita untuk tahu lebih banyak dan mengklik laman tulisannya.
Karena itulah kita sebagai pembaca, penonton dan audience sebaiknya bisa berpikir kritis dalam menyikapinya.
Pernah waktu itu
seorang tokoh masyarakat dikabarkan
meninggal karena virus corona, bahkan sempat viral di beberapa media. Tapi
ketika dikonfirmasi lagi ternyata tidak benar, hanya terpapar dan masih bisa
disembuhkan. Informasi simpang siur seperti ini membuat kita seharusnya lebih
teliti dan kritis dengan mencari kebenaran serta sumber fakta yang terpercaya.
Apalagi di jaman serba digital seperti sekarang, segala bentuk informasi, termasuk
yang sifatnya negatif dan kurang valid
bisa saja cepat menyebar lewat grup media social, seperti whatsapp, line, facebook
dan lainnya. Untuk saya dalam menghadapi
ini tidak terlalu fanatik dengan satu media saja, tapi perlu mencari
penyeimbang seperti membaca beberapa literasi untuk menguatkan kebenarannya,
semacam media mainstream yang akurat
dengan riset dalam mengungkap fakta.
Memilah dan Memilih
Berfikir kritis
memang sangat dibutuhkan dalam menghadapi berkembangnya kehidupan, terlebih di
situasi kritis seperti sekarang ini. Hampir setiap orang memiliki media social sehingga
berpotensi menyebarkan informasi yang kadang belum tentu kebenarannya alias hoax.
Karena itulah sebelum membagikan informasi yang didapat sebaiknya tidak asal ditelan saja, tapi lebih memilah dan
memilih. Maksudnya terlebih dahulu memilah segala informasi yang masuk dan dicek kebenarannya, baru memilih mana yang layak untuk
dibagikan kepada orang lain.
Untuk dapat
berpikir kritis tentu tidak bisa terjadi secara instan ya, tapi perlu dilatih
dan dipertajam. Dari lingkungan keluarga pola berpikir kritis ini bisa dimulai
dengan memberitahu kepada anak tentang mengapa kita melakukan sesuatu. Hal
kecil seperti mengapa harus memakai
masker, cuci tangan pakai sabun atau mandi dan membersihkan diri setelah
beraktivitas di luar rumah selama masa pandemi ini.
Kebiasaan menonton
televisi bersama juga bisa menjadi moment
untuk melatih cara berfikir kritis. Di saat sama-sama update informasi, antar anggota keluarga bisa saling berdiskusi
mengenai issue yang sedang hangat
dibicarakan di televisi. Dan ini akan memotivasi untuk berani berpendapat,
tidak takut bersuara dalam menyerukan kebenaran yang diyakininya, serta dapat
memutuskan sendiri segala sesuatu yang berkaitan dengan dirinya. Selain itu membiasakan
untuk selalu ingin tahu dengan memperkaya pengetahuan yang aktual dan menambah wawasan.
Berpikir kritis
juga menyangkut bagaimana menghadapi situasi dengan bertindak secara bijak
tanpa terbawa arus yang dapat menyesatkan dirinya. Jadi berpikir kritis atau critical thinking itu sebenarnya dibutuhkan
dalam menyikapi segala sesuatu yang ditemui sehari-hari. Termasuk bagaimana
cara pandang kita saat mengalami situasi krisis di masa pandemi Covid-19 ini.
Misalnya dengan tidak boros belanja barang yang tidak terlalu penting, tidak
harus keluar rumah bila aktivitas bisa diselesaikan di rumah saja dan bersuara
ketika menemui hal yang tidak berkenan tanpa menyakiti yang lainnya.
Terima kasih
sudah singgah untuk membaca blog saya.
Salam sehat dan
selalu semangaatt..!***NZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar