Yang
satu jaket jeans, satunya lagi corduroy warna coklat muda, dua jaket yang dulu
banget sering menemani saya. Di baliknya ada rahasia, haha.
By Nur Ida Zed
Foto: DokPri
Pilihan gaya busana saya sebenarnya suka
yang simple saja, yang penting nyaman
dan enak dipakai. Saya bukan termasuk yang gila fashion sehingga harus mengikuti trend mode sampai harus berburu ke berbagai gerai khusus atau musti
pre order agar tidak kehabisan stok.
Bagi saya busana atau fashion lebih
pada kebutuhan dan fungsinya saja. Beruntungnya bentuk tubuh saya ukuran standar
produksi alias sesuai ukuran ready to
wear yang biasa digunakan banyak merek pakaian sehingga lebih gampang.
Selain itu saya juga tidak fanatik
dengan brand tertentu, jadi lebih
santai saat memilih pakaian yang ingin dikenakan. Saat sesekali mengunjungi mall buat cuci mata, sekedar jalan atau
belanja bulanan, bisa saja tiba-tiba menemukan baju yang dirasa cocok, pas di
badan juga di kantong, haha, lalu tanpa pikir panjang langsung saya beli saja. Kejadian
seperti ini memang sudah menjadi kebiasaan saat remaja, bila direncanakan secara
khusus untuk belanja baju, misalnya, seringkali tak mendapatkan sesuai
ekspektasi, tapi kalau tak disengaja malah ada yang pas sesuai selera. Seperti
ketika menemukan jaket jeans yang
pernah jadi favorit bertahun-tahun lalu.
Kenangan Saat di Yogya
Seingat saya waktu itu lagi iseng saja
jalan-jalan di pertokoan Malioboro dan Jalan Solo saat masih jadi mahasiswa di
Yogyakarta, lalu menemukan jaket jeans
merek Mexx di salah satu gerainya. Awalnya
sih tak sengaja, lalu entah kenapa tiba-tiba saja tertarik, dan ketika sekilas
mematut di depan kaca ternyata kok cocok juga dengan saya. Warnanya yang
sedikit belel pasti bisa dipadu
padankan dengan T-shirt maupun kemeja
bernuansa apa saja. Modelnya juga klasik dengan dua saku di dada, paslah buat
gaya remaja seusia saya pada saat itu. Kebetulan di counter ini tinggal satu-satunya. Jadi meski sedikit menguras
kantong untuk ukuran mahasiswa dan anak kost waktu itu, karena sudah suka maka saya
ambil saja.
Memang lagi ngetrend model jaket jeans pada masa itu. Tapi buat saya sebenarnya
lebih pada kenyamanan karena bisa awet dan tahan kotor sehingga tak perlu
sering dicuci setelah satu dua kali pakai, haha. Dan ini bisa fleksibel
digunakan dalam beberapa acara, saat dipadu padankan dengan dalaman-inner fashion dan bawahannya. Manakala
ingin tampil untuk suasana sedikit formal misalnya, bisa dipadu dengan kemeja
lengan panjang dan bawahan casual
ditambah aksen syal atau kalung panjang sebagai hiasan, jika ingin santai bisa dengan
celana jeans dan t-shirt saja. Karenanya jaket ini sempat jadi andalan di berbagai
acara dan menemani penampilan saya dari masih gadis hingga hengkang ke Jakarta.
Jaket
kedua merk Mash Ville berbahan corduroy
warna coklat muda yang saya beli setelah di Jakarta. Tak sengaja juga
sebenarnya, seingat saya ketika jalan-jalan bareng teman kantor di Mall Pondok
Indah waktu itu, dan mata saya sempat menangkap jaket yang dipajang di etalase
dengan aksen empat saku dan ikat pinggang yang berukuran cukup panjang. Lucu
juga, nih, pikir saya waktu itu. Bisa dipakai ke kantor, juga menemani liputan apalagi kalau pas deadline sampai malam. Benar saja,
ketika ada graduation di Bali dan
harus menghadiri api unggun malam itu, jaket ini sangat menolong saya karena suasana
out door sangat dingin sementara
kondisi badan kurang fit. Tak hanya
itu, saat saya hamil Puan, jaket ini juga seringkali menemani ketika periksa ke
dokter hingga melahirkan di JMC Mampang.
Jaket yang Fungsional
Dua jaket yang saya miliki ini rasanya
bisa dibilang legenda karena menyimpan banyak kenangan. Meski ketika membeli
sudah luama sekali, tapi rasanya masih layak dipakai karena nyaman dan
fungsional. Sesekali bisa dililitkan di pinggang dan jadi bantal saat bepergian, sekaligus
selimut karena yang coklat muda berukuran besar. Semacam balmut (baca: bantal
selimut) begitulah ya, bahasanya anak sekarang, karena bahan corduroy memang hangat dan tebal. Dan
satu lagi, tidak mudah kusut. Jadi meski
sudah diuwel-uwel di mobil ketika
dipakai mudik atau traveling, saat
mau dikenakan ketika jalan-jalan tinggal dikibaskan, disikat sebentar lalu
disemprot Trika atau minyak wangi sedikit saja, bereslah sudah.
Memang dua jaket ini begitu nyaman.
Modelnya klasik berkesan vintage long
lasting sehingga tidak ketinggalan jaman. Tepatnya tidak termakan oleh jaman.
Buktinya, setelah sempat disimpan begitu lama, ketika suatu hari bongkar-bongkar
lemari dan menemukannya, Puan langsung tertarik dan bilang: “Bagus nih, Ma.
Boleh ikutan pakai gak?” ujarnya seraya mematutkan jaket jeans di pundaknya. Saya tersenyum mengiyakan, sembari sedikit
menceritakan kisah “si jaket” yang usianya lebih tua dari dirinya. Kemudian, beberapa kali akhirnya pernah tukar pakai
jaket ini, dan mungkin akan jadi favoritnya juga ya, haha.
Oalah.
Selembar pakaian agaknya bisa sebagai penyimpan cerita dan rahasia, termasuk
dua jaket saya. Tak heran bila orang tua kita dulu juga ada yang mewariskan ini
pada anak cucunya. Seperti kain batik, songket dan semacamnya. Semakin berusia
tua dan pandai merawatnya bisa semakin mahal nilainya.
Ya. Pakaian memang tak sekedar penutup
aurat, pelindung badan dari teriknya panas dan guyuran hujan, tapi juga
menunjukkan citra diri dan kepribadian. Kalau dalam pepatan Jawa: Ajining diri mergo soko lathi, ajining raga
mergo soko busono. Yupz !
Salam sehat dan selalu
semangat..!***NZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar