Women Charity: Dewi Hughes International Foundation
By Nur Ida Zuhayanti
Perempuan dan anak-anak seringkali
menjadi obyek eksploitasi. Inilah yang membuat keprihatinan tiada henti.
Ya. Banyaknya kasus kekerasan terhadap
anak akhir-akhir ini membuat miris suasana hati. Betapa tidak. Hampir setiap
hari terjadi korban penganiayaan, pelecehan, pembunuhan, mutilasi, bahkan
perdagangan anak, hingga oleh beberapa media sempat menyebut sebagai darurat
perlindungan anak.
Semakin maraknya kasus yang melibatkan
anak-anak ini, terutama trafficking membuat rasa kepedulian Desak Made
Hughesia Dewi tersentuh. Sosok yang lekat dengan dunia anak-anak dan tak henti
memikirkan perkembangan generasi penerus bangsa itu lalu menambah kegiatan
kemanusiaannya untuk masalah perdagangan perempuan dan anak-anak setelah ia
terpilih menjadi Duta Anti Trafficking untuk Indonesia oleh Unicef.
“Dengan begitu banyaknya musibah yang
datang bertubi-tubi di negeri ini, maka yang paling menderita adalah para
perempuan dan anak-anak,” terang Dewi Hughes seolah menegaskan sore itu, saat
saya temui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. “Dalam keadaan yang serba sulit,
dengan kondisi yang terjepit, siapapun tentu membutuhkan uluran tangan dari
orang lain. Tapi sempatkah kita berfikir, bahwa ada saja para pihak yang
mengambil kesempatan dalam kesempitan ini? Seperti beberapa Tenaga Kerja Wanita
(TKW) yang ternyata hanya diperjual belikan atau bahkan dilacurkan oleh PJTKI
‘nakal’. Belum lagi perdagangan anak dengan alasan akan diadopsi,” lanjut
pemilik Sekolah Presenter Cilik yang menerapkan metode belajar learning by
doing , yang kini juga menjadi Duta PAUD-Pendidikan Anak Usia Dini,
Pendidikan In Formal dan Non Formal ini.
Lalu ia menceritakan pada saya,
kenyataan yang pernah ditemui di lapangan. “Siapa sangka, ketika ada orang yang
bermaksud mengadopsi anak dengan mempertimbangkan golongan darah, ternyata anak itu hanya akan diambil salah
satu organ tubuhnya saja. Hm…betapa mirisnya. Tapi ini benar-benar ada,” cerita
Hughes lagi.
Menghadapi kenyataan yang seperti
inilah, bersama Dewi Hughes International Foundation, perempuan kelahiran
Tabanan, Bali, 2 Maret 1971 itu merasa perlu meminta pemerintah untuk segera
membuat Undang-Undang yang melindungi kaum perempuan dan anak-anak dari masalah
tersebut. “ Rasanya sudah sangat mendesak. Apalagi bila melihat banyak daerah
yang baru saja terkena bencana seperti banjir, tsunami, tanah longsor, gempa
dan sebagainya yang dapat menjadi pemicu kaum perempuan dan para ibu semakin
rapuh,” terangnya. Oleh karena itulah perlu adanya dorongan semangat bagi
mereka ini agar tetap dapat berfikir jernih.
Menurut Hughes, untuk mencegah
terjadinya trafficking ini diperlukan
tindakan preventif. Salah satunya
dengan melakukan kampanye dan memberikan penyuluhan ke lokasi yang rawan
menjadi sasaran mafia trafficking seperti daerah-daerah miskin dan pasca bencana. Ini tugas kita semua, ya. Mari tumbuhkan rasa empati
terhadap korban yang kian hari makin bertambah saja. Let’s touch our heart. ***NZ
foto: istimewa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar