Rabu, 20 November 2024

Bijak Mematut Diri Antara Skill dan Relasi

         Menyiapkan skill dan memperluas relasi menjadi penting agar bijak mematut diri. Tak perlu peduli dengan faktor "orang dalam" dan juga "titipan" ketika ingin dihargai dengan value yang dimiliki.

by Nur Ida Zed

                                                                pic by pinterest


        Memaknai kehidupan dengan terus belajar menjadi salah satu keyakinan saya untuk kian bertumbuh. Tak hanya di bangku sekolah, lanjut kuliah, bahkan disaat kerja serta di kehidupan nyata upaya terus belajar dan mematut diri untuk terus beradaptasi dan upgrade diri saya rasa menjadi salah satu hal yang penting juga. Secara dunia terus berkembang ya, begitu dinamis dan selalu berubah sesuai dengan kemajuan jaman. 

        Seperti setelah tamat kuliah dari Yogyakarta saya memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Awalnya karena diterima di Majalah Indionesia Indah, majalah budaya dan wisata di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta waktu itu. Background kuliah dan pengalaman kerja di media sebagai redaktur media lokal semasa di kota Gudeg dulu menjadi bekal saya. Skill menulis dan berorganisasi yang sudah saya miliki sejak SMA sehingga tak membuat saya khawatir untuk mengembangkan diri.

        Prinsip kerja dengan loyalitas dan profesional membawa saya diminta membantu produksi Kuis Budaya dan Wisata di TPI. Di sini saya juga belajar, dan ketika menemui klien yang kebetulan dari Yogya juga, yang waktu itu advertising manager sebuah perusahaan penyedap rasa, saya menawarkan program Kuis Citra Rasa. 

        "Saya akan mempertimbangkan kalau kamu yang memegang projectnya," kata klien saya waktu itu. Yang pasti beliau sudah mengerti kemampuan serta respect saya terhadap tugas dan tanggung jawab, juga visi ke depannya meski saat itu saya masih belia. Lalu saya mulai membuat project ini. Bismillah, saya lalu menambah skill dengan menjadi Managing Director dan penanggung jawab untuk urusan pra produksi sebuah acara televisi. 



                                            foto: dokumen Taffinda Project Multimedia


        Saya mulai menyusun planning kerja, merekrut beberapa teman untuk urusan pra produksi seperti soal naskah, properti, stage, bagian umum, urusan artis sampai masalah iklan dan promosi hingga pendanaan. Sungguh menguras tenaga dan pikiran, apalagi saat harus menyiapkan shooting yang biasanya harus disiapkan beberapa episode sekalian. Saya musti koordinasi dengan bagian produksi televisi, editing serta urusan pembayaran. Tapi ketika sudah tayang, betapa bahagia melihat karya kita dihargai orang. 

        Tak mudah memang, selain harus menyelesaikan urusan dalam ternyata "gempuran" dari luarpun harus dapat diatasi juga. Salah satunya saat ada yang "mengancam" karena ada yang kurang suka. Maklumlah, tapi saya tetap berpikir positif dan berserah kepada Allah SWT, bahwa semua yang saya lakukan semata hanya karena ibadah, atas ijinNya. Waktu itu tayang setiap hari Rabu jam 08.30 pagi. Respon para perempuan, baik ibu, remaja putri dan semua yang interest seputar rasa, makanan dan gizi seimbang membuat saya begitu optimis dan penuh harapan. Ratingnyapun tak mengecewakan. Sayangnya setelah beberapa puluh episode program dipending karena waktu itu krisis moneter dan persoalan internal TPI yang akhirnya sampai akuisisi menjadi MNCTV. Tak apa, setidaknya saya pernah memberikan manfaat dengan karya saya di bidang ini. Dan skill tetap saya asah agar selalu dapat beradaptasi dengan peluang yang lebih banyak lagi.


        Saya kemudian kembali ke bidang penulisan dan media. Seorang teman lama merekomendasikan untuk gabung di majalah  lifestyle, dan keasyikan dengan serunya liputan, hire fotografer, editing dan bagaimana sibuknya menepati deadline dengan rekan kerja yang menyenagkan. Kemudian saya ingin berkembang dengan menerima tawaran dari Global Media untuk membidani Majalah Hongshui Living Harmony, lalu gabung di MRA Media untuk Harpers Bazaar, dan Herworld Indonesia. Pengalaman kerja berbekal skill dan relasi, serta kemampuan dan dedikasi memberikan saya banyak belajar tentang kehidupan ini. Saya jadi mengerti bagaimana mengenal berbagai karakter teman kerja, atasan bawahan, nara sumber dan klien serta mengelola bisnis dan membangun kepercayaan dengan relationship yang baik serta  banyak hal lagi. Semua itu sangat bermanfaat ketika saatnya kita harus mandiri, membuka peluang untuk diri sendiri dan orang lain.


        Skill dan relasi menjadi bagian yang mengikuti kesuksesan seseorang. Karena itu teruslah mengasah skill, kemampuan dan keahlian yang kita miliki, baik itu soft skill yang menyangkut interaksi interpersonal seperti komunikasi, team work, leadership, empati dan adaptasi. Serta hard skill yang meliputi ketrampilan teknis yang spesifik dan dapat diukur secara konkrit seperti pemograman, matematika dan bahasa asing.

        Upgrade diri dan bijak mematut diri kita untuk tetap bekerja dan berkarya. Begitu juga membangun relasi dan networking yang lebih luas lagi karena hal ini akan berdampak pada value dan rasa percaya diri. Saya percaya sebagai blogger, kreator, podcaster, youtuber atau karier dan profesi apapun itu juga membutuhkan semua ini agar dapat bijak mematut diri. 

        Ketika memiliki skill yang cukup serta relasi yang baik ditambah respect dan profesional dalam tugas dan pekerjaan, maka tak perlu takut untuk terus berkembang. Apalagi di jaman yang sudah maju, di era digital sekarang ini, hanya orang yang memiliki skill hebat di bidangnya yang banyak dicari. Meski demikian, yang tidak kalah penting teruslah bersyukur dan bertawadhuk dengan segala yang ada.

        Salam sehat dan selalu semangatt.***NZ


  

Senin, 18 November 2024

Bersikap Asertif untuk Hasil Positif

           Tak perlu ragu untuk mengemukakan pendapat, ide, buah pikiran dan isi hati. Lakukan tanpa tekanan dengan komunikasi asertif untuk hasil yang positif.

by Nur Ida Zed



                                                    foto: nuridazed


        Seringkali perasaan ragu tiba-tiba muncul ketika akan mengemukakan sesuatu kepada orang lain. Banyak hal yang menjadi pertimbangan seolah berkecamuk seperti takut salah dan disalahkan, atau bimbang apakah pendapatnya akan diterima, ditolak mentah-mentah serta kemungkinan abu-abu lainnya yang membuat menahan rasa, hingga akhirnya tidak jadi dan ditelan saja sendiri. Padahal sih pendapat dan ide yang dimiliki itu bermanfaat, dan merupakan kebenaran adanya.

    "Segan saja sih sebenarnya," kata seorang teman ketika saya anjurkan untuk mengemukakan pendapatnya itu sebelum diputuskan kesepakatan pada sebuah pertemuan. Namun tetap saja, dia malah berkeluh kesah tanpa melakukan apa-apa. Takut terjadi konflik jika ada yang tidak berkenan dengan pendapatnya itu. Nah lho, kekhawatiran para ibu yang sungguh terlalu. Padahal ini tidak perlu terjadi bila disampaikan dengan sikap asertif. 

        Berani berpendapat memang membutuhkan sikap asertif agar dapat diterima dan dimengerti oleh orang lain. Sikap asertif ini adalah kemampuan untuk menyampaikan perasaan, pendapat dan keinginan dengan jelas, lugas dan tegas tanpa merugikan dan menyinggung orang lain. Sikap ini penting dimiliki karena dapat membantu saat mengekspresikan diri dengan mudah, mempertahankan sudut pandang, menghargai pendapat orang lain, meningkatkan rasa percaya diri bahkan mengurangi stres.


        Setiap orang berpendapat tentu mengharap bisa diterima dengan baik, dan direspon dengan positif. Namun bila ditolak dan mendapatkan impact tidak seperti yang diinginkan, tentu butuh pengertian dan pemahaman, bukan? Masing-masing orang pasti punya sikap tersendiri terhadap sesuatu hal termasuk pendapat orang lain. Pahami ini sebagai suatu pembelajaran bagaimana kita harus belajar bersikap asertif.


Perlu Sikap Asertif

        Dalam kehidupan sehari-hari, sikap asertif ini sebaiknya diterapkan dan dimiliki karena dapat membantu mencari solusi dan penyelesaian dari berbagai macam kesulitan. Orang yang asertif mampu mempertahankan pendapat dan haknya sendiri tanpa merugikan orang lain. 

        Sikap asertif ini merupakan ketrampilan dalam berkomunikasi saat menyampaikan pesan atau inti yang akan disampaikan dengan sikap yang tegas dan lugas tanpa bertele-tele, namun tidak lalu menyinggung perasaan orang lain bahkan merendahkan. Ini berkaitan dengan lingkup sosial kemasyarakatan seperti hubungan pertemanan, persaudaraan, atasan dan bawahan, konsumen dan produsen, audience dan nara sumber baik yang bersifat individu interpersonal, di dalam kelompok maupun di depan umum.  

        Seseorang yang memiliki sikap asertif salah satunya berani terbuka dan jujur terhadap dirinya dan orang lain. Menghormati hak orang lain dan diri sendiri meski tidak selalu setuju dan patuh begitu saja dengan perintah dan keinginan orang lain, meskipun orang lain itu memiliki jabatan lebih tinggi dan usia yang lebih tua darinya, namun bukan berarti menjadi penghalang untuk menyampaikan pendapat serta suatu kebenaran. 

        Menurut Muhammad yang dilansir dalam e-jurnal ums.ac.id sikap asertif ini penting diterapkan  pada semua generasi, karena akan berdampak positif bagi semua hubungan. Tapi sikap ini tidak akan muncul dengan sendirinya, melainkan harus dibentuk melalui pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa tips untuk menerapkan sikap asertif ini, antara lain: 


* Tak perlu takut menyampaikan pendapat, ketika itu dianggap sebagai kebenaran dan sesuatu yang muncul dari kebersihan hati yang paling dalam. Meskipun pendapat ini berbeda dengan kebanyakan orang. Ingat pepatah sampaikan kebenaran meski itu pahit, coba ungkapkan dengan tidak menyinggung pendapat orang lain yang dirasa berbeda.

* Tanamkan bahwa setiap orang pasti punya karakter dan kebiasan masing-masing. Selalu hargai orang lain dengan tidak mencela dan saling menjelekkan.

* Hindari rasa bersalah setelah mengemukakan pendapat. Dengan begitu tak ada beban di dalam hati .

* Selalu tenang dan tertata ketika bicara, tanpa menggunakan kalimat yang agresif atau berkesan menyerang agar apa yang dikemukakan tidak dimaknai sebagai hal yang merendahkan dan dapat memicu konflik.

* Anggap semua orang adalah teman, meski kepada lawan bicara yang kurang berkenan. Pikirkan hal-hal baik dan bijaksana agar apa yang ingin disampaikan tidak dirusak dengan asumsi yang belum tentu benar.

* Berlatih untuk berkata tidak terhadap hal-hal yang membuat beban pada pikiran, apalagi jika tidak sesuai dengan kata hati dan kebenaran.

* Pergunakan kalimat efektif saat menyampaikan pendapat dan body language yang mendukung agar orang lain lebih percaya dan perhatian dengan apa yang dikemukakan.


Asertif Pada Remaja

        Pada anak remaja alias GenZ, sikap asertif tentunya pelu ditanamkan juga, mengingat mereka akan lebih banyak menghadapi lingkungan sosial yang membentuk jati dirinya. Berani menyampaikan perbedaan pendapat tanpa ragu membuat remaja menjadi teguh pendirian namun tidak kaku. Asertif akan mengurangi sikap tidak enakan dan plin plan yang seringkali dihadapkan pada masa usia mereka. 

        Remaja yang asertif tidak akan mudah terbawa arus dan memiliki batasan yang jelas baiak dalam hal waktu, aktivitas maupun interaksi sosial karena dapat menyikapi dengan bijaksana. Pandai mengelola tekanan dari teman sebaya yang kerap memaksa untuk mengikuti perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan keinginan pribadinya. 

        Mampu mengatasi konflik dengan orang dewasa dan fokus pada solusi tanpa menyalahkan siapa-siapa. Mereka lebih bebas menyatakan keinginaannya tanpa takut dicemooh dan dijauhi karena memiliki banyak pilihanteman lainnya. Remaja yang asertif justru menghargai bentuk keputusan dan berpartisipasi baik untuk diri sendiri, dalam lingkup keluarga, kampus serta kehidupan sosialnya. 

        Begitulah, dengan bersikap asertif maka antara anak dan orang tua, lingkungan dan para tetangga, serta semua yang menyangkut kehidupan sosial ini akan dapat menghindari ketegangan dan perasaan yang tidak nyaman, serta mendapatkan solusi yang baik dari berbagai kesulitan. Bersikap asertif maka akan memberi hasil yang positif.

        Salam sehat dan selalu semangat.***NZ


Jumat, 15 November 2024

Peduli Kaum Remaja Mencegah Upaya Bunuh Diri


        Banyak peristiwa dapat diungkap di era digital yang serba cepat saat ini. Berbagai informasi serta ilmu pengetahuan seolah hanya berbatas di ujung jari. Tinggal klik, semua akan terbuka di depan mata, termasuk semua kejadian yang sedang ramai diperbincangkan di dunia maya. 

by Nur Ida Zed


                                                foto by nuridazed

        Prihatin dengan kasus bunuh diri anak muda yang kian meningkat akhir-akhir ini. Dari data Pusat Informasi Kriminal Nasional atau Pusiknas Kepolisian Republik Indonesia mencatat di sepanjang 2024 ini sekitar seribu kasus yang sebagian dialami oleh remaja, anak muda, anak-anak kita di usia produktif. Mereka sepertinya rentan secara psikis dan mental sehingga tanpa pikir panjang memutuskan hal yang fatal untuk dirinya dan masa depannya.

        Seperti kasus di Surabaya yang belum lama ini, seorang mahasiswa sebuah Universitas ditemukan bunuh diri dengan melonpat dari atas gedung di kampusnya. Tak berapa lama juga di Jakarta, mahasiswa Universitas Tarumanegara mengakhiri hidupnya dengan cara yang sama, melompat dari atas gedung kampusnya. Bahkan yang sempat hangat dan viral, mahasiswa kedokteran Undip Semarang yang sedang mengambil spesialis PPDS ditemukan di kamar kos terindikasi mengakhiri hidupnya dengan menyuntikkan obat anestesi melebihi dosis di tubuhnya. Saya tidak ingin menyoroti dari setiap kasus, namun keprihatinan terhadap degradasi mental yang dimiliki anak-anak muda penerus bangsa ini.

        Tentu banyak hal yang melatar belakangi keputusan mereka ini,  di saat mengalami permasalahan yang begitu kompleks. Pengaruh berbagai hal termasuk faktor lingkungan, pergaulan, support sistem serta yang mendasar dalam dirinya dengan mental yang rapuh. Sebagai seorang ibu yang memiliki anak remaja tentu saya merasa prihatin dan sedih melihat kenyataan ini. 

       

        Tak bisa dipungkiri peran media, termasuk media sosial yang kian terbuka lebar dan mudah diakses setidaknya mempengaruhi kondisi ini. Tak hanya terjadi di kota besar, tapi juga di berbagai daerah. Miris rasanya, bahkan karena masalah sepele saja, semacam putus cinta sampai mengambil solusi dengan mengorbankan nyawa.

        Dan inilah kenapa saya seringkali menyinggung tentang empati dan motivasi dalam tulisan di blog dan artikel, serta di podcast Morning Daughter dan Youtube Channel. Setidaknya saya ingin berkontribusi mengisi blank spot untuk memberi nuansa berbeda dengan menguatkan mental dan menambah semangat anak muda agar tak rentan dengan pengaruh sosial di sekitarnya. Supaya menjadi lebih kuat menghadapi berbagai tantangan buat masa depannya. Saya rasa mereka tak hanya sekadar membutuhkan tempat curhat yang tepat, namun juga obat mujarab untuk kesehatan mentalnya.

        Meski pemerintah telah menyediakan kontak khusus untuk saluran pencegahan bunuh diri nasional di  1-800-273-TALK (8255) serta telepon 911,  juga menciptakan berbagai sarana dan mengadakan semacam seminar yang memberikan pengertian untuk pencegahan masalah bunuh diri ini, namun agaknya sentuhan lain juga perlu diperhatikan.

        Suport sistem menurut saya menjadi salah satu hal terpenting yang menjadi penjaga mental anak-anak kita. Dukungan dari orang tua, saudara dan teman yang baik diperlukan untuk membuatnya tetap bahagia.  Bahkan pelukan tulus seorang ibu yang selalu ada dan mengerti segala keadaan dan kondisi mereka. Ya. peran ibu sangat membantu menguatkan mental anaknya.

        Saya prihatin ketika ada orang tua yang justru memberikan beban pada anak demi ambisi pribadi untuk reputasi keluarga. Misalnya dalam memilih jurusan pendidikan untuk cita-cita dan mimpinya. Juga kegiatan yang harus ditekuninya sehingga membuat mereka frustasi dan putus asa. Ujung-ujungnya bunuh diri dengan meninggalkan surat permintaan maaf karena tidak dapat membahagiakan orang tua. 

        Berbagai motif dari banyak kasus semacam ini semoga memberikan  pesan tersendiri yang perlu diperhatikan. Namun demikian, bekal agama yang menjadi dasar terpenting sebagai kendali seseorang terhindar dari masalah ini. Esesnsi dari agama yang mengajarkan nilai moral akan menjadi kendali untuk tidak melakukan hal yang nekat ini. Terapi terbaik untuk mencegah rasa putus asa, kecewa dan tak berguna adalah dengan sholat dan doa. Sebab sholat merupakan sarana yang tepat untuk mencurahkan segala isi hati dan berserah kepada Sang Pencipta.

        Setiap kali, ketika ada pertemuan dengan para ibu pun saya selalu mengingatkan rasa kepedulian dan kepekaan terhadap anak remaja kita sehingga mereka mau terbuka dan menceritakan masalah yang sedang dihadapi. Karenanya kita harus bisa berperan sebagai teman diskusi, sahabat yang paling megerti dan memahami tentang semua yang dibutuhkan di masa pencarian jati dirinya saat ini.

        Salam sehat dan selalu semangat.***NZ .